Knowledge Management dalam Software Development

Knowledge merupakan kemampuan manusia untuk melakukan aksi secara efektif pada kondisi yang bervariasi dan situasi tak menentu. Sedangkan knowledge management merupakan sebuah proses sistematis dalam membuat, merawat serta mengelola aset intelektual dan aset berbasis knowledge hasil kerja  oleh sebuah organisasi, guna menciptakan business value dan keunggulan kompetitif. Knowledge management difokuskan untuk mentransformasikan sebuah institusi guna memenangkan kompetisi. Untuk itu, pengetahuan yang dimiliki harus unggul dibanding pesaingnya. Jadi, isu utama di knowledge management adalah keunggulan kompetitif yang diperoleh dengan cara mengelola pengetahuan yang dimiliki secara lebih baik dan efisien. Dalam konsep knowledge management baru, sebuah institusi secara sadar dan komperehensif akan mengumpulkan, mengelola, mendistribusikan dan menganalisa pengetahuan yang dimilikinya untuk tujuan-tujuan di masa mendatang.
Software development adalah suatu kegiatan yang sangat kompleks dan melibatkan sekumpulan orang yang melakukan sejumlah kegiatan berbeda, pada beberapa fase yang berbeda pula. Perubahan teknologi yang semakin cepat mengharuskan pekerjaan dalam pengembangan software dilakukan secara dinamis dan mengikuti perubahan yang ada. Perubahan yang terus berjalan tersebut memicu penciptaan pengetahuan baru setiap harinya. Software house yang terkait langsung dengan kegiatan software development bertanggung jawab penuh untuk memastikan bahwa knowledge yang sudah ada tetap terjaga sehingga tetap dapat dirunut di mana dan siapa yang mempunyai knowledge. Untuk itu, diperlukan knowledge management agar knowledge dapat dikelola dan dimanfaatkan untuk menciptakan keunggulan kompetitif dan business value bagi perusahaan.
Dalam software engineering, yang merupakan sebuah disiplin ilmu pengembangan software, dapat diidentifikasi dua tipe knowledge, yaitu:

  1. Knowledge yang melekat pada produk, di mana produk tersebut merupakan hasil karya intelektual dan aktivitas kreatif.
  2. Meta-knowledge, yaitu knowledge tentang produk dan proses itu sendiri.

Pertanyaan paling penting adalah, bagaimana dan di mana knowledge dalam software engineering terletak? Sangat jelas bahwa software engineering melibatkan banyak pekerjaan yang sangat knowledge-intensive, yaitu melakukan analisa kebutuhan user, melakukan identifikasi dan menetapkan metode pengembangan terbaik, membuat perencanaan proyek, analisa dan manajemen risiko serta beberapa kegiatan lainya.
Kegiatan utama dalam software engineering dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu:

  1. Kegiatan/pekerjaan yang dilakukan oleh tim pengembangan, mengikuti permintaan pelanggan.
    Kegiatan tersebut merepresentasikan kegiatan utama (core tasks) dalam organisasi software. Pemimpin tim bertanggung jawab untuk memastikan bahwa pekerjaan yang dilakukan selesai tepat waktu dan berkualitas, meskipun ada keterbatasan biaya dan waktu.
  2. Kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan tim untuk mengembangkan produk software.
    Kegiatan dalam kategori ini merupakan upaya untuk mengumpulkan dan menciptakan knowledge dari beberapa proyek yang pernah ditangani. Hasil dari aktivitas tersebut digunakan untuk pembelajaran pada proses selanjutnya.
  3. Kegiatan yang fokusnya untuk meningkatkan kemampuan organisasi  atau perusahaan untuk mengembangkan software.
    Kategori ini mewakili kegiatan analisis terhadap hasil dari proyek-proyek sebelumnya untuk melihat kesesuaian dan perbedaan yang ada. Hasilnya dapat digunakan sebagai knowledge yang kualitatif maupun kuantitatif.

Berdasarkan tiga perspektif di atas, terdapat beberapa peranan knowledge management dalam software engineering, yaitu:

  1. Knowledge management mendukung proses inti aktivitas software engineering.
    Dalam hal ini, knowledge management bertindak sebagai pendukung kegiatan inti (core task), yaitu pengembangan software. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam pengembangan software, tidak lepas dari dokumentasi dan bahkan hampir semua hasil kerjanya adalah dokumen, baik berupa code, manual, dokumen bantuan, atau yang lain. Karena itu, aktivitas yang selalu dilakukan adalah pembuatan dokumen, penyuntingan, koreksi dan aplikasi dokumen tersebut. Untuk mengatur dokumen tersebut, diperlukan sebuah tool yang dikenal dengan document management. Tool ini digunakan sebagai fondasi dasar knowledge management dalam software engineering. Kebanyakan organisasi yang melakukan software engineering mempunyai beberapa lokasi workshop (software house) yang terletak pada lokasi yang berbeda. Oleh karena itu, pasti terjadi proses distribusi dokumen yang telah dibuat di masing-masing workshop. Proses distribusi informasi tersebut juga memerlukan penanganan khusus yang dikenal dengan istilah manajemen informasi, yang dapat dilakukan dengan berbagai tool seperti email, kalender, groupware dan lain-lain.
  2. Manajemen dan distribusi dokumen.
    Knowledge management mendukung proses dokumentasi yang biasanya dilakukan menggunakan aplikasi document management. Makanya, dokumen dapat dengan mudah dirunut mengacu pada versinya. Selain itu, beberapa aplikasi document management juga dapat memberikan versi secara otomatis atau memungkinkan sebuah dokumen disunting secara simultan. Dalam software engineering yang melibatkan tim yang cukup besar, mungkin diperlukan juga mekanisme workflow untuk beberapa proses di dalamnya, seperti review atau uji coba software.
  3. Manajemen kompetensi.
    Manajemen kompetensi ini dilakukan untuk tetap menjaga semua aset knowledge tacit sehingga bisa diketahui dan tercatat, “siapa yang mengetahui apa”. Pada software house skala kecil, biasanya dengan mudah seseorang dapat mengetahui knowledge yang dimiliki oleh rekannya. Jadi, “siapa yang mengetahui apa” dalam organisasi tersebut dapat dengan mudah diingat. Tetapi, semakin besar organisasi yang berarti juga semakin melibatkan banyak orang, “siapa yang mengetahui apa” semakin sulit dilakukan (not knowing what other people know). Untuk mengatasinya, diperlukan manajemen kompetensi. Manajemen kompetensi dilakukan untuk membantu menempatkan seseorang yang mempunyai skill yang sesuai dengan proyek yang akan ditangani. Saat ini, manajemen kompetensi digunakan oleh beberapa perusahaan sebagai acuan untuk mengembangkan kompetensi pegawainya.
  4. Pendekatan secara perlahan ke arah knowledge management.
    Pendekatan perlahan ini dimaksudkan agar dapat melakukan knowledge management dengan lebih baik, bersamaan dengan waktu kerja, tidak mengubah cara bekerja, namun bisa menjadi bagian dari aktivitas harian.
    Contohnya adalah perubahan pada helpdesk ke seeking help, di mana pada awalnya setiap ada permasalahan selalu langsung diselesaikan oleh helpdesk. Ketika diubah, permasalahan tidak lagi langsung ke helpdesk, tetapi terlebih dulu mencari jawabannya pada dokumen FAQ yang sudah disediakan. Jika jawaban tidak ditemukan, baru kemudian melakukan request ke helpdesk.
  5. Daya ingat organisasi (Organizational Memory).
    Belajar dari pengalaman, perlu memori yang kuat untuk mengingatnya kembali. Karena daya ingat individu mustahil mampu mengingat semuanya, maka yang harus dilakukan adalah menjadikannya sebagai explicit knowledge. Dengan demikian, setiap kegiatan dapat tercatat dan dirunut dengan mudah dan cepat. Terdapat minimal tiga bentuk organizational memory, yaitu;
    • Memori terdiri dari kegiatan dokumentasi dan kegiatan lain yang mendukung pengembangan program.
    • Memori terdiri dari entitas yang dikembangkan khusus untuk mendukung daya ingat organisasi:
    • Gabungan keduanya.
  6. Paket pendukung aplikasi knowledge management.
    Paket Knowledge yang mendukung aplikasi knowledge, kebanyakan berupa aplikasi yang digunakan dalam software engineering. Aplikasi knowledge management dalam software engineering biasanya adalah hasil pengalaman dari kegiatan dalam beberapa proyek yang pernah digarap.
  7. Tool berbasis knowledge management berdasarkan aktivitas software engineering yang didukungnya:
    • Interactive Domain Understanding Tools
    Tool ini bertujuan membantu menyamakan persepsi antara user dengan desainer aplikasi, atau dengan kata lain melakukan transfer knowledge tentang sistem yang akan dibangun dari user ke desainer/developer. Seringkali hal tersebut dianggap remeh, sehingga ketika sebuah aplikasi dideliver, aplikasi tersebut berbeda jauh dari harapan user sehingga harus dilakukan pembongkaran total atau malah dibuang begitu saja. Dengan adanya understanding tools ini, diharapkan akan membantu memahami kondisi user atau aplikasi yang akan dikembangkan.
    • Intelligent Requirements Assistants
    Digunakan untuk membantu memperoleh gambaran dan melakukan analisis kebutuhan user atas aplikasi yang sedang dikembangkan dalam bentuk yang formal.
    • Knowledge-based Program Designers
    Tool dalam kategori ini digunakan untuk melakukan konversi dari fase requirement ke fase desain, termasuk di dalamnya obyek-obyek yang akan digunakan dalam pengembangan.
    • Knowledge-based Code Generators
    Membantu membuat code program dari desain tingkat tinggi (high-level design) sehingga akan sangat membantu pembuatan program. Code program yang dihasilkan akan sangat bergantung terhadap desain yang dijadikan sebagai input pada saat membuat code-nya.
    • Smart Code Analysis Tools
    Untuk melakukan analisa code program, diperlukan kemampuan pemrograman yang cukup tinggi dan pengetahuan tentang manajemen kualitas software. Tool ini akan membantu melakukan analisa, testing dan pengujian kualitas program, dengan membandingkan style program yang diuji dengan style program yang diset sebagai acuan standar yang dianggap mempunyai good structure berdasarkan pengalaman sebelumnya.
    • Documentation Generators
    Untuk membantu melakukan dokumentasi semua aktivitas dalam software engineering, seperti spesifikasi dan desain aplikasi. Documentation generator ini membantu mengubah tacit knowledge ke explicit knowledge.
    • Software Maintenance Tools
    Tool ini membantu melakukan transfer knowledge dari desainer dan developer ke seseorang yang akan melakukan maintenance aplikasi. Salah satu contohnya adalah dengan membuat code yang konsisten antara aplikasi yang sudah dideliver dan update-nya.
    • Predictive Models and Best Practices
    Dalam setiap proyek yang ditanganinya, Project Leader dapat dipastikan akan melakukan berbagai aktivitas seperti memberikan perencanaan dan berbagai keputusan. Selain itu, pengalaman juga dapat berupa situasi-situasi yang pernah dialami, cerita kesuksesan dan kegagalan, serta berbagai masalah yang dihadapi dan solusi yang dilakukan. Apabila pengalaman tersebut terdokumentasi dengan baik, maka akan sangat bermanfaat dalam proyek-proyek selanjutnya, terutama membantu mengambil keputusan dan memprediksi kemungkinan-kemungkinan yang terjadi jika sebuah keputusan telah diambil. Dokumentasi tersebut bisa dalam format teks, indexed cases, semantic networks, matriks, flowchart atau bentuk-bentuk lain yang disesuaikan dengan informasinya.
    • Process Design
    Process design yang dimaksud adalah melakukan desain sebuah proses standar dalam pengembangan aplikasi berdasarkan pengalaman yang pernah dialami. Kemudian, proses standar tersebut akan digunakan dalam pengembangan aplikasi yang terus mengalami perbaikan.
  8. Tool berbasis knowledge management berdasarkan fase life cycle knowledge yang didukungnya:
    • Knowledge Deployment/Application Tools
    Dimaksudkan untuk membagi knowledge dalam sebuah organisasi ke setiap pegawai yang membutuhkan, pada saat proses software engineering dilakukan. Knowledge dalam sebuah organisasi dipisahkan dan didistribusikan sesuai dengan domain dari setiap task dalam software engineering, seperti desain, pengembangan dan dokumentasi.
    • Knowledge Organization Tools
    Organization tools digunakan untuk memelihara knowledge, menambahkan hubungan pada setiap item knowledge ke item knowledge lainnya yang digunakan selama pengembangan aplikasi berbasis knowledge, menambahkan meta data dalam knowledge item, dan menggambarkan hubungan antara generalisasi dan spesialisasinya.
    • Knowledge Acquisition Tools
    Membantu mentransfer dan mengubah pengalaman dari sumber knowledge yang bersifat tacit ke dalam gambaran knowledge yang explicit sehingga knowledge dapat digunakan secara lebih efektif.

Sumber :

http://dev.sda-asia.com/sda/article/psecom,id,18,nodeid,5,_language,Indonesia.html

Posted in Ilmu Pengetahuan | Leave a comment

Kultur Peranan Organisasi Pada Knowledge Management

Ada beberapa faktor penting yang menjadi kunci keberhasilan Knowledge Management (KM) pada suatu perusahaan antara lain yaitu kultur dari perusahaan tersebut.Kultur yang dimaksud adalah bagaimana perusahaan secara keseluruhan bisa meyakini bahwa pengetahuan menjadikan strategi unutk berkompetensi dengan pesaing.Kultur dari karyawan juga perlu dilihat sejauh mana kultur karyawan untuk bisa berbagi pengetahuan dan membangun suatu berbagi pengetahuan antar sesama karyawan.

Pengetahuan yang dimiliki karyawan sangatlah berbeda-beda.Kemampuan dalam menghadapi suatu masalah dan pengambilan keputusan juga sangat kompleks dalam suatu perusahaan.Sering terjadi dalam suatu perusahaan dimana seorang pekerja menyimpan sebuah inovasi atau ide kreatif dalam melakukan sebuah proyek untuk dirinya sendiri karena tidak ingin karyawan lain mncuri dan banteng keuntungan darinya.pendekatan manajemen pengetahuan telah secara luas memerlukan fokus pada sebuah komunitas organisasi atau apada fikus sebuah proses kreasi,pembagian,dan pendistribusian pengetahuan.Unutk membicarakan kultur km kita harus terlebih dahulu memahami arti dari setiap istilah terutama budaya dan pengetahuan.

Budaya terdiri dari nilai-nilai,kompentensi-kompetensi, dan kepercayaan-kepercayaan dari sekelompok orang yang mempengaruhi kuat dengan cara diimplementasikan strategi organisasi.Budaya adalah serangkaian kesepahaman penting yang dimiliki oleh anggota komunitas bersama-sama.Kesepahaman yang dibagi ini terdiri dari norma,nilai,prilaku,kepercayaan,dan paradigma.Budaya adalah pola perilaku dari manusia terintegrasi yang meliputi pikiran,perkataan,perbuatan,dan artefak serta bergantung pada kapasitas seseorang unutk belajar dan menyalurkan pengetahuan pada generasi penerus.

Posted in Ilmu Pengetahuan | Leave a comment

Pengenalan Knowledge Based Management

Sumber daya internal perusahaan diseleraskankan dengan lingkungan eksternal (apa yang dikehen-daki pasar dan yang ditawarkan kompetitor). Dalam kenyataannya seringkali unique resource yang dimi-liki perusahaan dapat dengan mudah ditiru oleh kompetitor. Menurut Zack (1999), sumber daya yang bisa dikatakan paling unique dan inimitable adalah sumber daya pengetahuan (knowledge). Knowledge digunakan untuk mengelola dan mengkoordinasikan sumber daya yang dimiliki perusahaan untuk ber-kompetisi. Perusahaan yang memiliki sumber daya knowledge melebihi pesaingnya akan lebih inovatif dan memberikan ”nilai” yang lebih besar kepada konsumen. Apabila knowledge disebut sebagai sum-ber stratejik yang paling penting, maka kemampuan untuk mengumpulkan, mengintegrasikan, menyim-pan, menyebarkan, serta penerapannya merupakan kapabilitas yang paling penting untuk membangun dan mempertahankan competitive advantage.

Rumusan definisi KM yang berlaku umum belum ada sampai saat ini. Secara sederhana KM dapat didefinisikan sebagai serangkaian proses penciptaan nilai dengan menggunakan knowledge-based assets. Dalam prakteknya, KM meliputi kegiatan pengidentifikasian serta pemetaan aset intelektual perusahaan, penciptaan pengetahuan baru sebagai competitive advantage, mempermudah dan memperbanyak aksesibilitas informasi korporasi, sharing best practices, serta pemanfaatan teknologi untuk memfasilitasi kegiatan-kegiatan tersebut. Commerce-Database.com mendefinisikan KM ada-lah: “Process through which organizations generate value from their intellectual property and knowledge-based assets. KM involves the creation, dissemina-tion, and utilization of knowledge” (2004).
Sedangkan KPMG Consulting dalam laporan Knowledge Management risetnya tahun 2000 mener-jemahkan KM sebagai usaha yang sistematis dan terorganisir dengan menggunakan knowledge di-dalam perusahaan untuk memperbaiki kinerja perusahaan. Barclay dan Murray (2002) mendefinisikan KM sebagai suatu aktivitas bisnis yang mempunyai dua aspek penting, yaitu (1) memper-lakukan komponen pengetahuan dalam aktivitas-aktivitas bisnis yang direfleksikan dalam strategi, kebijakan, dan berbagai praktek perusahaan secara keseluruhan; dan (2) membuat suatu hubungan langsung antara aset intelektual perusahaan baik yang eksplisit maupun tacit untuk mencapai tujuan perusahaan. The Knowledge Management Forum (1996) mengutip pendapat BrianNewman mendefinisikan KM sebagai suatu rangkaian proses yang mengatur penciptaan, penyebarluasan, dan pemanfaatan pengetahuan. Sementara itu, Bertels (1996) mengatakan bahwa KM meru-pakan upaya manajemen organisasi yang berfokus pada pembaharuan yang berkelanjutan atas sumber pengetahuan yang dimiliki perusahaan, dengan men-disain struktur organisasi, memfasilitasi anggota organisasi, serta memanfaatkan teknologi informasi dengan penekanan pada teamwork dan penyebaran pengetahuan. Sedangkan Gupta dan McDaniel (2002) berpendapat bahwa, “Knowledge Management is a strategic process, which implies the goal of differe-ntiation from competitors such that a sustainable competitive advantage is forged”.

Menurut Collison dan Parcell yang dikutip Ghalib (2004) KM adalah wilayah yang kom-pleks, yang menjangkau batas-batas pembelajaran dan perkembangan, teknologi informasi, dan sumber daya manusia. Model yang dimiliki menggambarkan wilayah kegiatan dimana usaha KM dapat menjadi kekuatan untuk memonitor dan mengkomunikasikan apa yang tercakup di dalam perusahaan. Model dari Collison dan Parcell menunjukkan kesuksesan KM dalam berinteraksi di antara tiga elemen pokok yaitu: (1) People, yang berarti Know-ledge berasal dari orang. People merupakan bentuk dasar untuk membentuk knowledge baru. Tanpa ada orang tidak akan ada knowledge; (2) Technology, merupakan infrastruktur teknologi yang standar, konsisten, dan dapat diandalkan dalam mendukung alat-alat perusahaan; dan (3) Processes, yang terdiri dari menangkap, menyaring, mengesyahkan, men-transformasikan, dan menyebarkan knowledge ke seluruh perusahaan dilengkapi dengan menjalankan prosedur dan proses tertentu. Ketiga elemen tersebut tidak hanya perlu, tetapi juga saling melengkapi antara satu dengan lainnya, karena Knowledge Management adalah wilayah dimana tiga elemen tersebut overlap.

Sumber :

http://www.tarwasuma.com/2009/12/pengenalan-knowledge-based-management.html

Posted in Ilmu Pengetahuan | Leave a comment

Knowledge management semakin diperlukan

Internet sudah terbukti memudahkan penggunanya untuk mendapatkan informasi. Namun, ada dua sisi yang terkesan saling bertentangan namun tetap satu pengertian dalam menanggapi keterbukaan informasi di Internet.

Di sisi pertama, ada penilaian bahwa Internet membuat penggunanya seakan kebanjiran informasi sehingga memerlukan mekanisme khusus, baik dalam kerangka individual maupun secara kolektif, untuk menyaring mana informasi yang diperlukan dan mana yang harus dibuang.

Di sisi lain, ada penilaian bahwa keterbukaan informasi masih perlu ditingkatkan guna menyokong proses pembelajaran melalui Internet bagi masyarakat.

Keterbukaan di Internet masih terhalang oleh sejumlah kendala seperti cara berfikir pemilik pengetahuan yang takut karyanya dijiplak, masih adanya perpustakaan yang amat membatasi akses terhadap gudang ilmunya yang begitu kaya, dan sejumlah batasan akses pengetahuan.

Uniknya lagi, dua sisi persoalan ini bertemu dalam satu kata yang belakangan mengemuka, yaitu pengelolaan pengetahuan (knowledge management).

Salah satu yang perlu digarisbawahi dari konsep pengelolaan pengetahuan adalah manusia dapat mengumpulkan aset pengetahuan (knowledge asset) dan menggunakannya untuk mendapatkan keunggulan kompetitif.

Bagi suatu perusahaan, aset pengetahuan bisa berupa pengalaman karyawan, market reach, kekayaan intelektual, serta infrastruktur seperti proses, organisasi, sistem , serta metode.

Meningkatnya kebutuhan komunitas maupun perusahaan terhadap sistem pengelolaan pengetahuan akan meningkatkan pengeluaran perusahaan untuk itu.

Sejumlah perusahaan telah meluncurkan berbagai solusi, piranti keras maupun lunak, yang dinyatakan sebagai upaya pengelolaan pengetahuan bagi perusahaan atau institusi tertentu.

Menurut Alan Ginsberg, co-chief executive officer eBrainnExchange, belanja perusahaan untuk pengelolaan pengetahuan pada 2003 kemungkinan akan mencapai angka US$8 miliar.

eBrainExchange merupakan salah satu perusahaan yang mengantisipasi perkembangan bisnis pengelolaan pengetahuan dengan meluncurkan piranti lunak EBX Technology versi 1.0.

EBX Technology merupakan piranti lunak aplikasi yang memungkinkan penggunanya berbagi pengetahuan person to person melalui Internet dan interface tanpa kabel dalam satu komunitas bisnis.

Piranti lunak ini akan mempermudah pencari pengetahuan dan penyedia pengetahuan untuk berhubungan dan bertukar informasi secara lebih efisien.

Menurut rencana, eBrainExchange akan mengembangkan EBX Technology sebagai suatu solusi pengelolaan pengetahuan dalam skala perusahaan dan menjualnya melalui ASP (application service provider).

Aplikasi ini diyakini mampu memberikan pertukaran informasi yang efisien antara karyawan, mitra dan pelanggan.

Knowledge-based society

Sementara pakar Internet Onno W. Purbo mengajukan konsep knowledge management yang cukup radikal. Menurut dia, filosofi mendasar knowledge management adalah knowledge is power, share it and it will multiply.

Melalui cara berfikir semacam inilah Onno yakin bahwa Internet akan berperan besar dalam membuat masyarakat menjadi pintar. Hal itu merupakan dasar bagi masyarakat berbasis pengetahuan (knowledge-based society)

Upaya membuat masyarakat pintar dilakukan melalui pertukaran pengetahuan yang mudah, dan sebagai konsekuensinya, bertukaran menjadi cepat.

Pertukaran pengetahuan yang cepat, pada gilirannya akan membuat pengetahuan terus berkembang dengan dahsyat. Pengelolaan pengetahuan, dalam pengertian itu, adalah upaya menyebarkan, mempercepat pertukaran dan memanfaatkan pengetahuan.

Dalam pengelolaan pengetahuan, dikenal istilah explicit knowledge yaitu hasil pengetahuan yang telah berwujud misalnya disertasi, tesis, skripsi, tugas akhir, laporan penelitian, buku dan semacamnya; serta tacit knowledge berupa pengetahuan yang masih tersimpan dalam kepala pemiliknya.

Menurut Onno, Internet merupakan platform yang amat menunjang pertukaran tacit knowledge, sedangkan manajemen explicit knowledge akan ditunjang oleh pengembangan digital library (yang juga tidak lepas dari Internet).

“Siklus pertukaran pengetahuan menjadi sangat cepat dan kemampuan analisis dalam mengolah data mentah menjadi pengetahuan akan meningkat, serta menjadi kekuatan terpadu yang dahsyat,” ujarnya.

Dia mengatakan proteksi pengetahuan seperti hak atas kekayaan intelektuan (HAKI), hak cipta dan paten menjadi tidak relevan dalam platform pertukaran informasi yang cepat.

Sementara ketua Knowledge Management Research Group (KMRG) ITB Ismail Fahmi mengatakan masih banyak ilmuwan yang beranggapan bahwa ilmunya terlalu berharga untuk dipublikasikan sehingga membuat pertukaran pengetahuan menjadi lambat.

Mereka khawatir jika ilmunya dipublikasikan akan banyak yang mencuri idenya sehingga pemilik ilmu itu tidak kebagian apa-apa.Kekhawatiran lain adalah kemungkinan terjadinya plagiat.

“Dengan cara berfikir itu, masih banyak perpustakaan atau penulis yang menyimpan saja skripsi, tesis, disertasi, dan laporan penelitian di rak-rak perpustakaan. Tidak boleh di-copy, tidak boleh dipinjam, hanya boleh dibaca ditempat,” ujarnya.

Akibatnya, hanya sedikit atau sama sekali tidak ada orang yang bisa membaca karyanya.

“Bukankah yang seperti ini yang sangat memungkinkan terjadinya plagiat? Tidak ada orang yang tahu isi tesis ini sehingga kalau ada yang mencontek justru tidak diketahui.”

Menurut Ismail, seandainya tesis itu dipublikasikan secara luas, seperti surat kabar, justru tidak ada yang menconteknya.

Untuk mewujudkan konsepnya mengenai pertukaran pengetahuan yang mudah dan cepat, KMRG ITB melakukan digitalisasi hasil-hasil penelitian yang tersimpan di perpustakaan ITB, dan mempersiapkan link dengan perpustakaan internasional.

Tampaknya, pengguna Internet harus siap dengan keterbukaan informasi dan pengetahuan yang lebih dahsyat. Tentu, dengan harapan, pengelolaanya akan lebih mudah.

Sumber :

http://www.infoperpus.8m.com/news/07112000_1.htm

Posted in Ilmu Pengetahuan | Leave a comment

Ketika BTM mengarahkan Knowledge Management

Kita sekarang sedang menuju pada Knowledge Economic Era yang mulai banyak disampaikan oleh para pakar dunia. Sebagai pelaku dunia usaha kita harus mencoba mensiasati bagaimana kiat-kiat yang dibutuhkan agar usaha kita tidak tertinggal dan masih mampu memenangkan persaingan. Berangkat dari apa yang ada di pola pikir banyak pengusaha kita yang lebih ditempa karena pengalaman dari usaha kecil sampai menggurita, umumnya mereka masih berpikir bahwa model persaingan yang ada lebih ditentukan oleh adanya harta berwujud padahal pergeseran sudah makin tajam meninggalkan era tersebut. Hal ini banyak dijumpai dalam dunia bisnis dari sisi investasi, masih banyak dijumpai di pasar bahwa investasi usaha hanya dikalkulasi atas dasar yang sifatnya berupa aset berwujud, sedangkan aset tidak berwujud yang justru menjadi senjata menghadapi Knowledge Economics Era belum dimasukan dalam daftar investasi. Hal ini tentunya dimulai dari paradigma para pengusaha sendiri yang harus berubah, sehingga fokus mereka tidak hanya pada perhitungan aset berwujud tetapi juga aset tidak berwujud ( intangible assets ). Bila proses perubahan paradigma sudah terjadi, maka akan memudahkan untuk membangun Intangible Assets Competitiveness tetapi bila perubahan paradigma belum terjadi, biasanya investasi aset tak berwujud masih dilihat sekedar jadi Cost, lebih parah lagi kalau mereka melihat sebagai Expense.

Dalam menghadapi era ekonomi baru yang sangat didasari pada Knowledge Based Competition maka daya saing yang harus dibangunpun akan jauh berbeda dengan era ekonomi Assets Based Competition. Dalam Knowledge Based Competition, paradigm shift harus terjadi dahulu baru kita bisa berpikir, fokus, merencanakan dan mengeksekusinya guna membangun daya saing yang baru. Berbagai aset tidak berwujud yang menjadi alternatif kombinasi untuk meningkatkan daya saing dalam Knowledge Based Competition, seperti membangun merk produk, merk perusahaan, strategic integrated management system, sistem informasi internal dan eksternal, skill & behavior karyawan, networking, budaya perusahaan, marketing intelligence, kepemimpinan, high performance team, knowledge management dan masih banyak lagi bila digali sesuai masing-masing bisnis.

Nah, bagaimana kita sebagai pengusaha mampu membangun daya saing baru tersebut bila kita melihat semua itu tidak sebagai investasi ? Seserius apa kita akan mempersiapkan diri ? Apakah bisa sebagus kita membangun gedung, pabrik, gudang dan peralatan produksi bila hanya dianggap sebagai sampingan ? Kita mesti belajar dari Nike sebagai pemain dunia yang tidak perlu punya asset berwujud yang besar seperti tanah, pabrik, mesin-mesin produksi dan infrastruktur penunjangnya. Beberapa tes pernah kami lontarkan kepada klien-klien kami bahwa bila Anda di berikan modal 3 milyar untuk meremajakan aset berwujud, maka dalam waktu setahun juga akan terealisasikan tapi bila ingin membangun aset tidak berwujud diberi modal yang sama dalam waktu 3 tahun belum tentu jadi. Disini tantangan yang harus diatasi. Jadi pilihan ada di tangan Anda sebagai pemilik atau manajemen!.

Knowledge Based Competition memaksa kita harus membangun daya saing yang berbeda dari pola persaingan terdahulu, salah satu yang penting dan belum banyak diterapkan adalah Knowledge Management. Pemahaman sederhana dari Knowledge Management adalah bagaimana kita harus mengelola berbagai pengalaman, pengetahuan, informasi yang telah terjadi, yang ingin dan sedang dipakai agar pengetahuan dan pengambilan keputusan dari manajemen dan karyawan dapat dilakukan lebih cepat dan efektif termasuk untuk menghindari pemborosan karena kesalahan, keterlambatan dan kealpaan padahal kita pernah mengalami dan memiliki. Berbagai infrastruktur seperti Teknologi Informasi menjadi alat untuk membentuk dan mengelola Knowledge Strategis dalam bisnis kita.

BTM dalam pembahasan terdahulu tentang Value Discipline ( Product Leadership, Operation Excellence dan Customer Intimacy Company ) memberikan arahan didalam kita melakukan desain Knowledge Management . Seperti diketahui bahwa kita punya pilihan untuk berkompetisi di pasar, apakah dengan kemampuan inovasi produk & atau service atau dengan kemampuan memiliki produktivitas dan efisiensi unggul mulai dari terima order produk diterima pelanggan atau kemampuan kita dekat dan menciptakan solusi bagi pelanggan. Di masing-masing pilihan Disiplin Nilai ( Value Discipline ) tentunya unit bisnis atau perusahaan membutuhkan Knowledge yang berbeda sebagai aset tak berwujud yang akan mendongkrak keunggulannya. Dalam Product Leadership Company tentunya statistik pengalaman dalam inovasi sampai product launching akan menjadi penting dalam membuat rencana strategis termasuk menentukan sasaran serta portofolio produknya. Sedangkan untuk Operation Excellence Company karena daya saing digerakan oleh kemampuan membangun Cost Leadership, maka Knowledge yang harus dibangun berkaitan dengan indikator produktivitas dan efisiensi baik yang telah kita miliki selama ini atau benchmarking keindustri yang punya Disiplin Nilai sama dengan kita. Apabila Customer Intimacy Company sangat membutuhkan Knowledge yang memahami pilihan pelanggannya mulai dari prioritas pelanggan, karakter bisnis segmen pelanggan, problematik dalam segmen industri pelanggan serta statistik solusi kepada pelanggan yang pernah dilakukan dan benchmarking perusahaan dengan Disiplin Nilai sama.

BTM dalam melakukan pemetaan strategi dari masing-masing unit bisnis juga akan menginisiatif dalam membangun Strategic Knowledge Management sesuai kebutuhan dalam unit bisnisnya, rancangan Knowledge Management dapat dikembangkan lebih detail sebagai bagian dari pondasi perusahaan. Disini seringkali dibutuhkan investasi yang harus dianggarkan karena kita butuh mendata ulang pengalaman kita, melakukan survey, mengekstrak konsep manajemen, membangun pengetahuan/pengalaman teknis di lapangan, informasi pasar yang update, membangun jaringan informasi termasuk infrastruktur teknologi informasi untuk memudahkan akses oleh manajemen dan karyawan. Perlu kita cermati dalam era persaingan sekarang butuh Kreatifitas dan Kecepatan. Bila Knowledge Management terbentuk dan terakumulasi dari waktu kewaktu, maka akan menjadi Intangible Assets yang membangun Kecepatan dalam menjalankan perencanaan, transaksi bisnis dan pengambilan keputusan strategis atau operasional.

Dari pengalaman kami membantu berbagai perusahaan banyak kami menjumpai perusahaan yang lemah dalam mengelola pengalaman, pengetahuan, statistik bisnis mereka padahal mereka jalani terus menerus setiap hari. Memanfaatkan SDM untuk mendapatkan informasi pasar yang update dan murah sebagai bagian dalam Knowledge Management yang harus mereka kelola berkesinambungan.

Kepedulian manajemen dan pemilik terhadap hal tersebut sangat penting karena akan membangun komitmen dalam mempersiapkan Knowledge Management startegis mereka sendiri. Sistem Manajemen Perusahaan dan Investasi Teknologi Informasi harus mengkondisikan manajemen dan seluruh karyawan membantu dalam pengelolaan dan updating Knowledge Management. Knowledge Management yang dikelola dengan baik akan menjadi Good Will perusahaan karena akan sangat bermanfaat secara operasional atau startegis. Tantangan bagi anda sebagai pemilik dan manajemen untuk mengubah paradigma anda bahwa Intangible Assets = Investasi yang harus dianggarkan.

Anda tidak dapat lari dari Knowledge Based Competition, anda harus mengatasinya dengan menjadikan Intangible Assets seprioritas Tangible Assets.

Posted in Ilmu Pengetahuan | Leave a comment

Budaya Knowledge Management, Mungkinkah..?

BUDAYA KNOWLEDGE MANAGEMENT, MUNGKINKAH?Bayangkan suatu saat dimana seorang mandor menemukan masalah dalam kerja dan mencari berbagai solusi yang mungkin hingga meraih ‘aha..’, kemudian berbagi pengetahuan melalui fasilitas IT yang friendly used sehingga pada saat yang berbeda, karyawan lain yang berada di kebun yang berbeda, juga dengan memanfaatkan fasilitas IT, dapat mengatasi masalah yang sama dengan segera karena pemecahan masalah sang mandor tadi sudah diabadikan menjadi knowledge asset PTPN III, dan hal ini menjadi bagian dalam aktivitas kerja sehari-hari. Mungkin nggak ya..? Andai terealisasi, dampaknya bagi efisiensi waktu, biaya, dan peningkatan kompetensi, itu pasti. Peningkatan produktivitas dan kemampuan adaptasi bisnis perusahaan, apalagi. Beberapa sisi lebih dari KNOWLEDGE MANAGEMENT (KM). Istilah yang selalu digaungkan Top Management untuk diterapkan untuk mengantarkan PTPN III menjadi knowledge company yang berbasis pada knowledge worker. Dari imajinasi di atas tampak bahwa KM bukan hanya teknik untuk mengelola knowledge asset (aset pengetahuan), bukan hanya menyangkut penyediaan perangkat yang memfasilitasi pertukaran knowledge antar karyawan, tetapi juga membangun budaya belajar (learning) dan mau terus berbagi (sharing) knowledge yang didapat hingga budaya itu melekat dalam nafas kehidupan perusahaan. Mau digarisbawahi karena tidak semua orang berkenan membagi yang dia tahu. Pertanyaan manusiawi yang sering timbul merespons permintaan sharing adalah, “Apa untungnya bagi saya untuk berbagi dengan yang lain ?” dan “Apakah orang lain juga mau berbagi seperti yang saya lakukan ?”. Untuk merubah (transformasi) budaya enggan ber-learning dan sharing pengetahuan, teknik, pengalaman ataupun ide dalam KM sebenarnya bukan hal yang terlalu sulit. Bergerak dari sifat alamiah manusia, banyak hal yang bisa dikembangkan, misal :

  1. Memberi fasilitas untuk mendapatkan berbagai informasi yang dibutuhkan dan memberi kesempatan yang luas dalam menyampaikan pendapat, ide, kritikan, dan komentar ataupun melakukan presentasi.
  2. Adanya komitmen dari manajemen melalui kebijakan, anjuran dan memberi teladan (contoh) knowledge sharing dalam berbagai kesempatan. Keteladanan dapat dilakukan melalui pembuktian bahwa dengan saling berbagi pengetahuan dan pengalaman, semua masalah dapat dipecahkan secara lebih mudah, efisien dan cepat. Kepemimpinan dalam KM adalah secara terus menerus dan konsisten memberi inspirasi kepada karyawan tentang aktivitas dan manfaat KM secara nyata bagi semua elemen organisasi. Pemimpin harus menciptakan iklim bahwa seorang karyawan tidak lagi merasa sendirian dalam memecahkan masalah apapun dalam pekerjaan.
  3. KM menjadi bagian dari aktivitas harian, bersamaan dengan waktu kerja dan tidak mengubah cara kerja.
  4. Menyusun sistem rewarding (pemberian penghargaan) bagi karyawan yang sudah berkenan berbagi knowledge. Sistem rewarding dapat dilakukan melalui proses penilaian sebelumnya. Penilaian dilakukan untuk jangka waktu tertentu. Sistem penilaian yang dipilih bisa saja per Distrik/General/Bagian/Unit dengan sistem penilaian 360 derajat yang melibatkan penilaian diri, sesama rekan kerja, bawahan dan atasan bahkan stakeholders mengenai frekwensi knowledge sharing. Knowledge dimaksud tentu yang dapat langsung diterapkan untuk memecahkan masalah pekerjaan yang dihadapi sesama karyawan. Yang dinilai paling sering berbagi diberi reward dalam berbagai bentuk, misal : bentuk uang, mengikuti berbagai training/seminar yang diinginkan, pemberian buku yang bermutu tinggi, paket wisata, dll. Banyak alternatif sistem penilaian lainnya yang dapat dikembangkan dalam proses pemberian reward knowledge sharing ini. Akan lebih klop lagi jika selanjutnya ke depan, sistem penilaian dan penghargaan knowledge-sharing ini dijadikan satu dengan sistem penilaian karya.

Hal-hal lain yang merupakan wujud knowledge sharing seperti berbagi pengetahuan yang didapat dari hasil baca buku juga perlu diapresiasi dengan sistem reward oleh manajemen agar imbauan itu direspons positif, apalagi jika mereka tahu bahwa pengetahuan yang mereka bagi ‘berarti’ dan dapat termanfaatkan orang lain, tidak hanya menjadi barang koleksi perusahaan yang pada akhirnya akan mempersempit tempat penyimpanan. Kesannya, kok materialistis sekali ya.. Tapi memang demikianlah kenyataannya, tak banyak manusia yang mau berbuat tanpa embel-embel pamrih. Bahasan di atas lebih mengarah ke sekelumit peran Bagian SDM dalam aplikasi KM. Tapi, sebenarnya siapa yang seharusnya mengelola KM ini ? Bagian Teknologi Informasi yang expert dalam bidang IT kah, Bagian SDM yang me-manajemeni karyawan kah, Bagian PTB sebagai inspirator berbagai sistem kah, atau Bagian Sekretariat Perusahaan yang mengelola perpustakaan ? Siapapun pengelolanya kelak, apakah keroyokan atau solo, penulis ingin memulai aplikasi knowledge sharing melalui media ini yang mungkin bisa bermanfaat bagi para thinker yang bakal mengelola KM.Knowledge itu sendiri merupakan informasi yang dilengkapi dengan pemahaman (pengetahuan) yang bersumber dari pengalaman, pelatihan, keahlian/kecakapan dan terapan individu maupun kelompok, yang dapat dijadikan dasar bagi orang lain dalam atau luar perusahaan untuk pengambilan keputusan atau tindakan, dan menjadi inspirasi kelahiran inovasi-inovasi baru. Yang dikatakan knowledge tentu tidak hanya yang tertulis, yang terucapkan juga dapat diklasifikasikan knowledge. Ada 2 jenis knowledge yaitu Explicit knowledge yang jumlahnya hanya berkisar 5% saja dan Tacit knowledge yang jumlahnya sebenarnya sangat besar, sekitar 95%. Explicit knowledge merupakan bentuk pengetahuan tertulis yang sudah terdokumentasi, mudah disimpan, diperbanyak, disebarluaskan dan dipelajari. Di PTPN III termasuk di dalamnya : kebijakan yang terdokumentasi, materi pelatihan, karya tulis inovatif, laporan hasil benchmark, hasil evaluasi kinerja, laporan purna bhakti, hasil skill sharing, pedoman kerja yang mendukung pelaksanaan kerja seperti proses bisnis, SOP, Code of Conduct, Internal Audit Chartered, PKB,dll. Sementara Tacit knowledge merupakan bentuk pengetahuan yang masih tersimpan dalam pikiran manusia, seperti gagasan, persepsi, cara berfikir, pemahaman, kiat-kiat pribadi, wawasan, keahlian/kemahiran, dsb. Explicit Knowledge membutuhkan sentuhan IT dan perpustakaan (dalam bentuk hard copy) agar knowledge yang ada dapat tertampung sebagai knowledge asset, terdokumentasi, terkumpul, terorganisir secara sitematis, terkendali, terpelihara, dapat dimanfaatkan secara maksimal dan mudah di-access. Ini memang bukan pekerjaan yang mudah tapi tak terelakkan jika ingin go KM. Sementara untuk Tacit Knowledge, perusahaan harus mampu mencari dan mengidentifikasi Siapa yang mengetahui Apa, yang bermanfaat (memiliki value added) bagi perusahaan, dan mendorongnya agar termanifestasi menjadi explicit knowledge. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan tools berupa angket maupun pendekatan khusus sebagaimana sudah dijelaskan sebelumnya di atas terkait sistem rewarding.Dari uraian di atas, Penulis coba simpulkan bahwa di era informasi dan penuh persaingan ini, KM menjadi kebutuhan, tidak hanya untuk konsumsi internal, tapi juga konsumsi external, supplier, mitra dan pelanggan. Untuk suksesnya KM, linking antar bagian menjadi sangat penting. Andai masing-masing berkenan menyumbangkan perannya, KM dan budayanya bukan hal mustahil buat PTPN III, apalagi infrastruktur yang ada sudah mendukung.Memang, pengaruh aplikasi KM tidaklah akan spontan terlihat dan terasakan, tapi untuk tahap awal minimalnya ditujukan untuk memenuhi kriteria 4.2. nya Baldrige Criteria. Mana tau, skor Baldrige PTPN III 2006 yang 467 dapat lebih melejit lagi di tahun-tahun berikutnya dan cita-cita menjadi world class company semakin membayang dan menampakkan bentuknya. Amin.(Telah dikirim ke Media Nusa Tiga Des ‘06, tapi belum tau memenuhi kriteria or nggak untuk dimuat)

Sumber :

http://forum.ptpn3.co.id/?q=node/18

Posted in Ilmu Pengetahuan | Leave a comment

“Knowledge management “(KM) dan manfaatnya

Dari perkembangan zaman dan peradaban manusia dapat kita perhatikan bahwa, dari sejak zaman manusia gua berburu sampai saat ini, perkembangan tingkat kesejahteraan manusia secara berkelompok sejalan dengan tingkat pemerataan penguasaan dan pemanfaatan (sharing) iptek dalam kelompok.

Faktor penentunya bukanlah ipteknya itu sendiri tetapi adalah aspek pemerataannya. Pada awalnya proses sharing berjalan secara sederhana dan alami. Namun kemudian dengan berkembangnya kondisi sosial, ekonomi, bentuk organisasi dari perusahaan dan unit pelayanan public yang semakin dinamis dan kompleks, maka proses sharing memerlukan pengelolaan secara tersistim dan terorganisir sehingga pada awal 1990-an muncul dan terus berkembang konsep dan implementasi dari apa yang kita kenal sekarang sebagai Knowledge Management.

Knowledge gap dan bahayanya
Berbagai krisis dan konflik dapat terjadi akibat timbulnya kesenjangan dalam suatu organisasi, negara bahkan antar negara di dunia. Dalam kasat mata kesenjangan itu biasanya tampak dalam bentuk fisik atau kekayaan materiil sebagai ukuran tingkat kesejahteraan.

Namun kita menyadari bahwa sesungguhnya kesenjangan itu bersumber pada penguasaan dan pemanfaatan ilmu, pengetahuan dan teknologi (iptek). Dalam kehidupan sehari-hari terbukti bahwa dalam suatu organisasi atau perusahaan jika penguasaan iptek hanya menjadi milik pribadi secara individual maka kondisi kesenjangan itu akan menyebabkan tidak maksimalnya kinerja perusahaan.

Demikian juga dalam suatu negara banyak contoh bagaimana timbul potensi konflik akibat kesenjangan antara berbagai bagian negara karena perbedaan tingkat pendidikan (penguasaan iptek) masyarakatnya.

Dan lebih luas lagi kita saksikan berbagai konflik antar negara di dunia, yang dapat ditelusuri sumbernya berasal dari kesenjangan penguasaan dan pemanfaatan iptek. Uraian situasi diatas adalah suatu fenomena yang sudah kita ketahui dan sadari sejak lama. Pertanyaannya adalah apa yang mungkin belum secara maksimal kita upayakan untuk mengurangi kesenjangan itu.

Solusi Knowledge Gap
Dalam tulisan di Harian Waspada tanggal 15 Agustus 2009 yang berjudul “Berbagi Pengetahuan Meningkatkan Kinerja dan Prestasi Organisasi” dijelaskan mengenai konsep Knowledge Management (KM) serta manfaatnya bagi suatu organisasi dalam suatu perusahaan dan bahkan negara untuk mengatasi kesenjangan pengetahuan.

Konsep KM dalam implementasinya menawarkan suatu solusi, metodologi yang berazaskan kepada prinsip dialog yang dalam KM lebih dikenal dengan istilah sharing, yang tujuannya adalah pemerataan penguasaan dan pemanfaatan iptek dalam suatu organisasi/perusahaan.

Dalam konteks KM pengertian iptek sangat memperhatikan pengetahuan yang bersifat tacit yaitu pengetahuan yang ada dalam otak manusia yang tidak atau belum seutuhnya dapat dituliskan. Dan ini dapat disebarkan melalui pembentukan Hasil Riset Tentang Manfaat KM dari berbagai sumber diperoleh laporan- laporan yang dapat dipercaya bahwa implementasi KM yang menitikberatkan pada proses sharing:

1). Pada tataran organisasi telah terbukti meningkatkan efisiensi dan efektifitas organisasi : perusahaan, unit pelayanan publik bahkan dilingkungan pemerintahan dan angkatan bersenjata; 2). Pada tataran negara , beberapa negara Skandinavia telah membuktikan kekuatan daya saingnya melalui implementasi KM dalam pembangunan ekonomi dan masyarakat dengan berbasis pengetahuan.

Contoh ini telah diikuti oleh negara-negara lain yang menyadari bahwa mereka tidak memiliki potensi sumber daya alam yang mencukupi; 3). Pada tataran dunia dilaporkan bahwa Bank Dunia dan UNDP telah melakukan perubahan strategi dan kebijakan dalam memberikan bantuan kepada negara-negara miskin di dunia yaitu perubahan kriteria bantuan dari perspektif fisik materiil kepada perspektif penguasaan dan pemanfaatan iptek.

Communities of Practice (CoP)
Sharing merupakan kata-kunci utama dalam proses implementasi KM dalam suatu organsasi, yang difasilitasi oleh suatu bentuk forum yang dikenal dengan istilah Community of Practice (CoP). Yaitu sekelompok anggota organisasi dengan pekerjaan (dan minat) dalam bidang tertentu yang secara berkala mengadakan pertemuan (dialog) mengenai permasalahan dalam bidangnya.

CoP adalah forum non-struktural dan keanggotaannya tidak mengenal atas batas formal/hierakhis organisasi dalam bentuk apapun (jabatan, latar belakang pendidikan atau masa kerja). Dengan demikian diharapkan proses dialog/sharing dapat berlangsung dengan bebas. Produk dari CoP harus merupakan suatu perbaikan dari prosedur kerja untuk meningkatkan kinerja organisasi atau dapat juga berupa inovasi dalam bidangnya.

Idealnya CoP terbentuk atas inisiatif dari bawah, tetapi dapat juga diawali oleh inisiatif manajemen yang disertai dengan implikasi konsekuensinya yaitu dukungan motivasi (kadang-kadang intervensi), fasilitas dan sistem apresiasi yang tepat. Dari pengalaman beberapa perusahaan, kendala yang utama dari aktifitas CoP adalah keterbatasan waktu karena anggota sudah tersita waktunya untuk mengerjakan tugas-tugas rutin dalam posisinya sebagai bagian dari organisasi struktural.

Oleh karenanya perlu dirancang keanggotaan CoP mempunyai keterkaitan dalam kepentingan dan keterhubungan dengan posisi di struktural sehingga  terbangun kondisi sinergis antara keduanya. Kunci keberhasilan dari CoP sangat bergantung pada faktor dan peran kepemimpinan manajemen untuk memelihara dan mengembangkannya.

Proses
sharing dalam suatu CoP, dengan bantuan teknologi informasi dan komunikasi (intranet/internet) dapat diikuti oleh setiap orang yang memiliki pekerjaan dan minat yang sama sehingga dampak penyebaran atau pemerataannya menjadi tidak terbatas oleh faktor waktu dan ruang.

Kesimpulan Kenyataan-kenyataan diatas adalah dampak dari keyakinan bahwa melalui KM yang menekankan kepada proses sharing sebagai proses pemerataan untuk meningkatkan penguasaan dan pemanfaatan iptek akan menghasilkan landasan yang kokoh dan berkelanjutan bagi eksistensi suatu organisasi, kemandirian suatu negara dan stabilitas perdamaian dunia.

Dalam literatur KM ada satu semboyan bahwa : “Tak seorangpun diantara kita sepandai semua KITA”. Semboyan ini jelas dan tegas menekankan kepada KITA sebagai subjek dan objek.

Sumber :

http://www.waspada.co.id/

Posted in Ilmu Pengetahuan | Leave a comment

Knowledge Management

Telah
menjadi satu konsensus umum bahwa pengetahuan (knowledge) marupakan
dasar kompetisi dan efektifitas operasi bisnis dalam setiap perusahaan.
Pengetahuan sebagai sumber bisa hilang dari lingkungan perusahaan
dikarenakan beberapa sebab, seperti kematian, mutasi kerja, bahkan
mungkin pindah kerja ke perusahaan lain yang menjadi kompetitor.
Sehingga pada prinsipnya adalah kehilangan pengetahuan merupakan
kehilangan investasi yang sudah dilakukan perusahaan, karena
pengetahuan diperoleh melalui proses pembelejaran dan pengalaman yang
cukup panjang.

1. Pengertian Knowledge Management

Knowledge Management (KM) dapat dipandang dari dua sisi
yaitu secara operasional dan strategis. KM secara operasional artinya
KM merupakan aktifitas perusahaan/organisasi dimana terjadi
pengembangan dan pemanfaatan pengetahuan, sedangkan KM secara strategis
artinya KM merupakan langkah untuk memantapkan setiap
organisasi/perusahaan sebagai perusahaan yang berbasis pengetahuan.
Berikut ini merupak definisi-definisi tentang knowledge managemen (KM):

  • HarvardCollege (1999)Knowledge Management
    (KM) merupakan suatu proses terformat dan terarah dalam mencerna
    informasi yang telah dimiliki suatu perusahaan dan mencari apa yang
    dibutuhkan oleh masing-masing individu didalam perusahaan tersebut
    untuk kemudian memfasilitasinya agar mudah diakses dan selalau tersedia
    bilamana dibutuhkan” (Sembel & Santoso, 2002 ,hal 195 ).
  • Amrit TiwanaKnowledge Management
    (KM) merupakan pengelolaan pengetahuan secara terorganisasi untuk
    membuat nilai bisnis dan membangkitkan keuntungan yang bersaing”(Tiwana, 2000, hal 5).
  • Kirk KlassionKnowledge Management (KM) merupakan kemampuan untuk membuat dan menguasai nilai tinggi dari inti persaingan bisnis” (Tiwana, 2000, hal 5).
  • Definisi umum tentang KMKnowledge Management (KM) dapat didefiniskan sebagai satu set (himpunan) intervesi orang, proses dan tool (teknologi) untuk mendukung proses pembuatan, pembauran, penyebaran dan penerapan pengetahuan.
    1. Pembuatan (creation) pengetahuan adalah
      proses perbaikan dari pengetahuan yang ada melalui proses pengalaman
      yang ada. Biasanya proses ini terjadi ketika ada deteksi kesalahan dan
      perbaikannya.
    2. Lesson learned merupakan salah satu contoh output dari knowledge creation.
    3. Pembauran (assimilation) pengetahuan merupakan proses pengumpulan, penyimpanan pengetahuan yang dibuat dengan pengetahuan yang sudah ada di organisasi/perusahaan.
    4. Penyebaran (dissemination) pengetahuan merupakan proses pengambilan dan penyebaran pengetahuan untuk dipergunakan dalam proses pengalaman yang lainnya.
    5. Penerapan (application) pengetahuan merupakan proses pemanfaatan pengetahuan untuk mebantu penyelesaian masalah yang sedang dihadapi.

Knowledge Management (KM) merupakan proses yang
terus-menerus harus dilakukan sehingga proses tersebut akan menjadi
satu budaya dari perusahaan tersebut, dan akhirnya perusahaan akan
membentuk perusahaan yang berbasis kepada pengetahuan.

2. Tipe Knowledge Management

Banyak perusahaan dan pakar mencoba untuk mengklasifikasikan projek-projek knowledge management yang sudah dilakukan di dalam perusahaan-perusahaan, bahkan ada perusahaan seperti XEROX melalui Chief Knowledge Officer
(CKO)nya telah menngumpulkan semua studi kasus dan informasi projek KM
ini, yang mana adalah untuk mencari bentuk atau tipe projek KM yang
tepat diterapkan di dalam perusahaannya.

Secara umum projek ini dapat dikategorikan dalam dua bentuk yaitu KM
yang mencakup semua lini dalam perusahaan dan KM yang dilakukan dalam
satu departemen, bisnis unit atau fungsi bisnis tententu. Dan pada
tahap awal KM bisa dimulai dari lingkungan yang kecil seperti
departemen, fungsi/unit bisnis, sehingga proses pembudayaan knowledge management akan lebih mudah dikontrol dan dievaluasi.

Projek Knowledge Management (KM) dapat diklasifikasikan dalam beberapa tipe yaitu :

  1. Mengumpulkan dan menggunakan ulang pengetahuan terstruktur.
    Pengetahuan sering tersimpan dalam beberapa bagian dari output yang
    dihasilkan organisasi / perusahaan, seperti disain produk, proposal dan
    laporan proyek, prosedur-prosedur yang sudah dimplementasikan dan
    terdokumentasikan dan kode-kode software yang mana semuanya dapat
    dipergunakan ulang untuk mengurangi waktu dan sumber yang diperlukan
    untuk membuatnya kembali.
  2. Mengumpulkan dan berbagi pelajaran yang sudah dipelajari (lessons learned) dari praktek-praktek.
    Tipe projek ini mengumpulkan pengetahuan berasal dari pengalaman yang
    harus diinterpretasikan dan diadopsi oleh user dalam kontek yang baru.
    Proyek ini biasanya melibatkan sharing pengetahuan atau pelajaran melalui database seperti lotus notes.
  3. Mengidentifikasi sumber dan jaringan kepakaran. Projek ini
    bermaksud untuk menjadikan kepakaran lebih mudah terlihat dan mudah
    diakses bagi setiap karyawan. Dalam hal ini adalah untuk membuat
    fasilitas koneksi antara orang yang mengetahui pengetahuan dan orang
    yang membutuhkan pengetahuan.
  4. Membuat struktur dan memetakan pengetahuan yang diperlukan untuk meningkatkan performansi.
    Projek ini memberikan pengaruh seperti pada proses pengembangan produk
    baru atau disain ulang proses bisnis dengan menjadikan lebih explisit atau terbuka dari pengetahuan yang diperlukan pada tahap-tahap tertentu.
  5. Mengukur dan mengelola nilai ekonomis dari pengetahuan. Banyak perusahaan mempunyai aset intelektual yang terstuktur, seperti hak paten, copyright, software licenses
    dan database pelanggan. Dengan mengetahui semua aset-aset ini
    memungkinkan perusahaan untuk membuat revenue dan biaya untuk
    perusahaan.
  6. Menyusun dan menyebarkan pengetahuan dari sumber-sumber external. Perubahan lingkungan bisnis yang cepat dan tidak menentu telah meningkatkan kepentingan dan kesungguhan pada business intelligence system.
    Dalam proyek ini perusahaan/organisasi berusaha mengumpulkan semua
    laporan dari luar yang berhubungan dengan bisnis. Dalam projek ini
    diperlukan editor dan analis untuk menyusun dan memberikan konteks
    terhadap informasi-informasi yang diperoleh tersebut.

3. Tujuan Penerapan Knowledge Management
Penerapan KM akan memberikan pengaruh terhadap proses bisnis perusahaan:

  1. Penghematan waktu dan biaya. Dengan adanya sumber
    pengetahuan yang terstruktur dengan baik, maka perusahaan akan mudah
    untuk menggunakan pengetahuan tersebut untuk konteks yang lainnya,
    sehingga perusahaan akan dapat menghemat waktu dan biaya.
  2. Peningkatan aset pengetahuan. Sumber pengetahuan akan
    memberikan kemudahaan kepada setiap karyawan untuk memanfaatkannya,
    sehingga proses pemanfaatan pengetahuan di lingkungan perusahaan akan
    meningkat, yang akhirnya proses kreatifitas dan inovasi akan terdorong
    lebih luas dan setiap karyawan dapat meningkatkan kompetensinya.
  3. Kemampuan beradaptasi. Perusahaan akan dapat dengan mudah beradaptasi dengan perubahan lingkungan bisnis yang terjadi.
  4. Peningkatan produktfitas. Pengetahuan yang sudah ada dapat
    digunakan ulang untuk proses atau produk yang akan dikembangkan,
    sehingga produktifitas dari perusahaan akan meningkat.

4. Knowledge Networks System (KNS)

Knowledge Networks System (KNS) merupakan sistem Knowledge Management
(KM) yang bertujuan mendukung proses peningkatan kompetensi dari setiap
anggota yang terlibat dalam jaringan pengetahuan. KNS secara umum
dibagi kedalam dua modul utama yaitu direktori pengetahuan dan transfer
pengetahuan. Kedua modul ini yang dipadukan untuk mendukung proses
peningkatan kompetensi dari setiap anggota dalam bidang pengetahuan
yang menjadi fokus dan interestnya.

Direktori Pengetahuan merupakan klasifikasi dari pengetahuan,
sedangkan transfer pengetahuan merupakan proses yang diadopsi untuk
mendukung proses-proses penyebaran pengetahuan terjadi, seperti
pelatihan, forum diskusi, artikel, chatting, email, kontak langsung
kepada pakar. Sehingga KNS dapat diterapkan dalam bidang apa saja,
sesuai dengan interest dari satu kelompok atau organisasi
yang menerapkannya. Karena KNS lebih terfokus kepada proses peningkatan
kompetensi, maka sistem ini lebih cocok diterapkan dalam lembaga atau
departemen yang berhubungan dengan pelatihan, pendidikan dan juga SDM.

5. Penciptaan Pengetahuan

Seperti yang diusulkan Nonaka (1991), sebuah perusahhan yang ingin menjadi “knowledge-creating company” haruslah menempatkan proses penciptaan pengetahun ditengah-tengah strategi sumber daya manusianya (Sembel & Santoso, 2002, hal 45). Ada dua jenis pengetahuan yang harus dikelola.

  1. Pertama adalah pengetahuan explicit (explicit knowledge) yang merupakan salah satu bentuk pengetahuan yang sangat formal dan sistematis. Pengetahuan explicit
    adalah pengetahuan yang telah disusun dalam format tertentu dan
    biasanya telah terdokumentasi. Pengetahun jenis ini lebih mudah
    dikomunikasikan dan didistribusikan.
  2. Jenis lain adalah tacit knowledge, yang terdiri dari keahlian teknis, know-how
    dan dimensi kognitif lainnya seperti model  mental, kepercayaan,
    perspektif, pengalaman masa lalu. Pengetahuan jenis ini sangat sulit
    untuk dituangkan dalam bentuk formal. Oleh karenanya sulit untuk
    mengkomunikasikannya kepada orang lain.

Lalu bagaimana proses penciptaan pengetahuan itu berlangsung?. Pada
dasarnya pengetahuan diciptakan dari pengetahuan yang telah ada dan
Nonaka (1991) memeparkan adanya empat pola dasar penciptaan pengetahun
yang mungkin terjadi di dalam sebuah organisasi, seperti terlihat di
gambar dibawah ini.
Empat pola dasar penciptaan pengetahuan dalam organisasi
Gambar Empat pola dasar penciptaan pengetahuan dalam organisasi

  1. Apprentice. Pola ini umumnya
    terjadi secara natural di dalam perusahaan pada saat seorang staf
    senior diminta oleh kepala bagian untuk membimbing seorang staf yang
    baru bergabung . Staf unior tersebut akan mengamati apa saja yang
    dilakukan oleh sang senior, menirunya, dan berlatih melakukan hal-hal
    yang telah ditunjukan oleh seniornya. Pola ini dapat terjadi untuk
    pembelajaran keahlian teknis ataupun hal-hal yang lebih bersifat konsep
    seperti kebiasaan-kebiasaan dalam perusahaan.  Si yunior akan membangun
    pengetahuan tacit-nya sendiri dari pengamatan yang
    dilakukannya, pengamatan yang dilakukan atas prilaku sang senior yang
    merupakan pencerminan pengetahuan tacit-nya sendiri. Pola
    seperti ini cukup efektif untuk mentor masing-masing pribadi, tetapi
    tidak dapat berkontribusi secara signifikan kepada seluruh perusahaan.
  2. Combine. Pola ini terjadi pada saat
    seorang staf membaca dokumen-dokumen yang ada seperti laporan dan studi
    kasus perusahaan untuk kemudian menghasilkan dokumen baru yang
    merangkum serta bersisi gagasan-gagasan baru. Demikian pula penciptaan
    pengetahuan eksplisit baru dari pengetahuan explicit yang telah ada.
  3. Articulate. Penciptaan pengetahuan
    tidak berhenti dikedua pola tersebut. Perusahaan harus dapat
    memfasilitasikan proses pembelajaran dimana para knowledge-worker harus dapat mengartikulasikan pengetahuna tacit
    yang dimiliki mereka dan mengubahnya kedalam kebentuk eksplisit dan
    menyimpannya untuk kemudian didistribusikan ke seluruh organisasi.
  4. Internalize. Disisi lainnya, staf
    lain akan membaca pengetahuan eksplisit tersebut dan mulai
    menginternalisasikannya ke dalam pengetahuannya. Hasilnya adalah
    pengetahuan tacit yang lebih luas dari sebelumnya.

Pada kedua pola terakhir, articulate dan internalize,
sistem manajemen pengetahuan (KMS) memegang peranan yang cukup
signifikan. Disini KMS berfungsi untuk memfasilitasikan terjadinya
kedua pola tersebut secara efisien dan efektif.

Sumber :

http://parkir2.blog.friendster.com/2007/09/knowledge-management/

Posted in Ilmu Pengetahuan | Leave a comment

Tiga Pilar Utama Penerapan “Knowledge Management”

Knowledge management: Konsep, Arsitektur dan Implemenasi, sangatlah tepat karena di era modern ini, karena umat manusia dewasa ini hidup dalam dunia yang  telah datar atau flat world dalam istilah Thomas L. Friedman, sehingga Knowledge Information”, menjadi kekayaan korporasi bahkan kekayaan  negara yang paling berharga. Adalah mendiang Peter F. Drucker, sekitar seperempat abad lalu, yang telah meramalkan  bahwa  knowledge worker akan menjadi basis  keunggulan korporasi masa depan,” demikian Tanri Abeng dalam kata pengantar buku ini.

Buku yang terdiri dari 9 bab ini, memberikan gambaran KM yang utuh, karena  untuk  mengimplementasikan KM yang  efektif akan melibatkan banyak elemen: manusia, budaya, proses, kepemimpinan dan teknologi. Karena mencakup elemen-elemen yang begitu luas, maka tidak semua  elemen dibahas secara mendalam. Pada penyusunan arsitektur KM yang  menjadi inti dari buku ini, knowledge diposisikan sebagai produk, yang  di-create, diproduksi, didistribusikan, diakuisisi dan dimanfaatkan oleh para anggota organisasi dalam suatu yang siklus kontinu. Elemen-elemen yang terlihat dalam  berbagai proses yang dialami oleh knowledge tersebut menjadi pilar-pilar utama dari bangunan KM.

Buku terdiri dari bab 1: Pendahuluan berisi penjelasan tentang transisi menuju knowledge economy, karakteristik knowledge economy, munculnya knowledge worker dan bagaimana mengefektifkan peran mereka. Bab 2: Pengantar Knowledge Management. merupakan terminology data, informasi, knowledge, understanding dan wisdom, Paul merujuk kepada Russell Ackoff, bahwa seorang  pakar systems dan guru besar bidang perubahan  organisasi, menyatakan  bahwa isi atau kandungan intelektualitas dan mentalitas manusia dapat diklasifikasikan dalam lima  kategori: data, informasi, understanding dan wisdom yang dilanjutkan dengan penjelasan  siklus knowledge dari  Nonaka yang merupakan teori yang sangat besar pengaruhnyadalam KM. Bab 3: Arsitektur  Knowledge management.  Bab 4: Penyelarasan Strategi KM dengan strategi bisnis perusahaan. Bab 5-7 membahas tentang: Arsitektur Operasi KM-Proses, Operasi KM-Organisasi dan Operasi KM-Tekhnologi. Sementara  Bab 8: membahas tentang Budaya Perusahaan yang Supportif dan Bab 9: membahas Pengukuran Performansi KM antara lain alasan dan tujuan pengukuran performansi, hambatan pengukuran dan criteria pemilihan indicator pengukuran. Pada bab ini disinggung juga tentang konsep intellectual capital yang dianggap menjadi dasar bagi pengukuran performansi KM.

Knowledge merupakan asset kunci agar suatu perusahaan memiliki keunggulan  kompetitif yang kontinu. Dampak  implementasi KM  akan melahirkan keunggulan kompetitif terhadap berbagai bidang seperti: bidang operasi dan pelayanan, pengembangan kompetensi personil, pemeliharaan ketersediaan knowledge, inovasi dan pengembangan produk dan lain-lain.  Sementara dalam implementasi KM  terdapat factor-faktor penting seperti: manusia, leadership, teknologi,  organisasi dan learning organisasi. Dari sana diperoleh manfaat yang paling disukai oleh perusahaan (organisasi profit) yakni meningkatkan kolaborasi dalam perusahaan,  meningkatkan ketrampilan karyawan dan meningkatkan mutu produk dan layanan.

Seperti dikatakan Tanri Abeng dalam epilognya: Pemerintah perlu juga merumuskan perannya untuk menumbuhkan budaya knowledge ini. Berbagai aspek harus direformasi untuk mendukung terciptanya lingkungan yang kondusif bagi munculnya inovasi dan terapresiasinya kompetensi dan pengetahuan. Aspek itu antara lain adalah birokrasi  yang lebih sering bersikap otoriter terhadap masyarakat daripada melayaninya, sistem pendidikan visi sehingga sering gonta ganti sistem, sistem rekruitmen  yang  berbasis kompetensi di lembaga pemerintah dan BUMN, dan aspek-aspek lainnya seperti penegakan hukum dan pemberantasan korupsi yang merupakan  sumber kebodohan bangsa ini.

Lebih lanjut setelah membaca ulang buku ini, Tanri Abeng menyimpulkan: Implementasi KM adalah proses budaya yang harus dilaksanakan secara serius, konsisten dan penuh totalitas pada semua elemen-elemen organisasi. Pendekatan lain yang tidak menyentuh  budaya adalah adalah penerapan KM yang hanya bersifat perubahan permukaan saja, dan tidak akan mengubah daya saing organisasi secara fundamental.

Menurut  Ir.  Paul L. Tobing, M.Eng, CKM ada bermacam-macam motif yang dapat medorong seseorang untuk menulis. Karena keahlian, pengalaman atau memiliki strategi dan kiat yang layak untuk dibagikan kepada masyarakat luas. “Saya tidak didorong oleh motif-motif itu. Saya menulis karena didorong oleh banyaknya pergumulan dan tingginya tingkat kompleksitas persoalan implementasi Knowledge Management (KM) yang saya  yakini akan dihadapi oleh siapapun yang melakukan inkulturasi di tanah air,” kata lulusan FT USU jurusan Teknik Elektro yang pernah mengajar di Politeknik USU dan kemudian mengabdi di Telkom. Paul L.

Tobing menyimpulkan bahwa knowledge management tidak hanya terdapat di lembaga atau perusahaan tertentu, tetapi juga di sebagian besar entitas bisnis dan kelembagaan di tanah air, yang pada akhirnya akan meningkatkan daya saing kita sebagai suatu bangsa dalam persaingan global yang semakin ketat.

Sumber :

http://www.kabarindonesia.com/

Posted in Ilmu Pengetahuan | Leave a comment

Implementasi Integrated Knowledge Management dalam Menumbuhkan UMKM yang Sinergis

Ketika batasan-batasan perdagangan menjadi semakin tipis, maka dunia akan menjadi borderless world. Artinya, setiap negara bebas untuk memasarkan produknya ke negara lain. Dan satu-satunya cara untuk menjadi pemenang adalah dengan memiliki daya saing tinggi dan terus melakukan inovasi. Saat ini, salah satu cara populer agar UMKM dapat berdaya saing tinggi adalah dengan implementasi knowledge management (KM). Namun, karena karakter UMKM yang berbeda dengan korporasi, maka implementasi KM tidak seluruhnya sama. Untuk itu, tulisan ini menawarkan model integrated knowledge management, sebuah KM terintegrasi yang mampu memfasilitasi seluruh cluster UMKM di tiap propinsi di Indonesia dan mampu berkolaborasi dengan dunia perbankan dan institusi lainnya. Sehingga, target yang dihasilkan dapat tercapai. Yaitu, menjadi UMKM berdaya saing tinggi, tumbuh berkembang, dan kuat dengan bantuan akses permodalan dari perbankan.

Pendahuluan
Pada tanggal 20 Agustus 2007 lalu, Kesepakatan Kemitraan Ekonomi (Economic Partnership Agreement/EPA) antara Indonesia dan Jepang resmi ditandatangani. Bagi Indonesia, momen ini bisa menjadi sebuah lompatan besar dalam meningkatkan daya saing usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di persaingan global. Karena, sesuai dengan isi EPA, UMKM akan memiliki akses yang lebih mudah untuk menembus pasar Jepang. Selain itu juga, Jepang berjanji untuk menyediakan capacity building berupa pelatihan dan pertukaran pengetahuan.

Seperti telah diketahui, untuk dapat menembus pasar Jepang bukanlah suatu hal yang mudah. Standar ketelitian dan kualitas produk menjadi hal yang paling utama dibanding faktor penentu lainnya. Jadi, bila UMKM berhasil menembus pasar Jepang, tentunya akan sangat mudah juga untuk masuk ke pasar negara lain. Untuk itu peningkatan daya saing harus menjadi perhatian utama semua pihak agar UMKM di Indonesia bisa tumbuh dan berkembang.

Memang, pada era globalisasi saat ini, daya saing menjadi sebuah senjata yang paling ampuh dalam memenangi pasar. Untuk bisa memiliki daya saing tinggi, banyak cara dilakukan para pelaku usaha. Mulai dari peningkatan kekuatan modal, menekan biaya produksi serendah mungkin, mengembangkan riset, sampai dengan yang baru-baru menjadi perhatian semua pihak yaitu meningkatkan modal pengetahuan atau knowledge capital.

Dengan modal pengetahuan, perusahaan dapat menjadi yang terdepan dalam memberikan solusi dan melakukan inovasi. Semua ahli manajemen maupun pelaku usaha sepakat bahwa kunci untuk menjadi pemenang ada di inovasi. Baik itu inovasi dalam sebuah produk, inovasi dalam pelayanan dan pemasaran, maupun inovasi dalam memberikan reward yang terbaik kepada karyawan dan pelanggan.

Prof. Leif Edvisson, pakar manajemen organisasi, mengungkapkan bahwa rasio nilai modal intelektual atau pengetahuan terhadap modal fisik adalah 5:1. Sedangkan, rasio nilai modal intelektual terhadap modal keuangan adalah 16:1. Ini berarti, pengetahuan menjadi aset terpenting bagi perusahaan dalam meningkatkan daya saing dan memenangkan persaingan.

Kita bisa mengambil contoh Microsoft sebagai salah satu perusahaan yang tumbuh pesat dengan kekuatan modal intelektual yang kuat. Seperti dikatakan harian New York Times baru-baru ini bahwa “The only factory asset of microsoft is the imagination of its workers.” Jadi, untuk bisa menghasilkan imajinasi luar biasa, dibutuhkan pengetahuan yang luar biasa pula.

Permasalahan UMKM

Sayangnya, ketika banyak pelaku usaha di manca negara berlomba-lomba meningkatkan daya saing melalui kekuatan pengetahuan, UMKM di Indonesia masih saja berkutat pada permasalahan klasik yang tak pernah kunjung selesai. Padahal, UMKM memegang peranan yang besar dalam mengendalikan perekonomian sebuah negara seperti Indonesia. Khususnya dalam hal ketahanan terhadap krisis dan mengatasi pengangguran.

Dari sekian permasalahan yang ada, kita dapat mengelompokannya menjadi dua permasalahan inti. Pertama, masalah yang berkaitan dengan permodalan. Seperti sulitnya mendapatkan tambahan modal produksi, rendahnya kemampuan mengelola keuangan, dan juga sulitnya menyerap dana dari dunia perbankan. Permasalahan ini berujung pada rendahnya produktifitas dan kesulitan dalam melakukan kontiunitas penyediaan produk.

Kedua, masalah yang berkaitan dengan pengetahuan. Misalnya kemampuan pemilik UMKM dalam mengelola usaha, mulai dari membuat strategi perusahaan sampai dengan bagaimana membuat produk yang inovatif dan memenangkan pasar ke manca negara. Semua yang berhubungan dengan pengetahuan menjadi sebuah modal penting yang perlu dimiliki. Tidak hanya oleh pemilik UMKM tetapi juga oleh para pekerja agar visi sebuah usaha bisa tercapai. Yaitu, menjadi perusahaan yang inovatif, berdaya saing tinggi, dan mampu memberikan gain yang optimal bagi stakeholder-nya.

Solusi Knowledge Management

Untuk itu dibutuhkan solusi yang ampuh dalam menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi UMKM. Utamanya, sebuah solusi yang mampu memberikan kemudahaan akses modal yang tepat dan kemudahan akses terhadap semua pengetahuan yang dibutuhkan. Sebuah solusi yang tepat saat ini dan sudah mulai banyak digunakan dunia usaha adalah solusi knowledge management (KM).

Sederhananya, KM merupakan sebuah solusi bisnis berbasis web yang berguna dalam mengelola seluruh pengetahuan yang dimiliki oleh perusahaan. Mengelola disini tidak sebatas menyimpan, namun juga menciptakan budaya pembelajaran di lingkungan perusahaan melalui proses pertukaran pengetahuan. Sehingga, akan memudahkan perusahaan dalam melakukan pembelajaran secara mandiri dan dalam memberikan solusi bagi masalah-masalah yang dihadapinya.

Dengan begitu, maka proses peningkatan pengetahuan perusahaan tidak akan memakan biaya besar dan waktu yang lama. Secara perlahan tapi pasti, budaya pembelajaran akan semakin tumbuh di lingkungan perusahaan. Alhasil, perusahaan pun bisa percaya diri berkompetisi untuk menjadi yang terbaik.

Steve Morrissey, pengamat KM, menjelaskan bahwa setidaknya ada lima keuntungan yang bisa didapatkan melalui penerapan KM. Pertama, mempersingkat waktu bekerja dengan mengeliminiasi proses kerja yang redundan. Kedua, menekan biaya pelatihan karyawan dan pemilik perusahaan karena hampir semua pengetahuan telah tersedia dalam sistem.

Ketiga, meningkatkan nilai penjualan karena adanya peningkatan kualitas produk dan layanan. Keempat, meningkatkan kualitas pelayanan ke pelanggan karena mempersingkat waktu dalam merespon pelanggan. Dan kelima, menumbuhkan semangat melahirkan inovasi-inovasi baru melalui budaya pembelajaran di lingkungan perusahaan.

Contoh baru-baru ini yang paling menarik adalah IBM. Pada akhir tahun 2000, pertumbuhan perusahaan yang terkenal dengan bisnis personal computer (PC) dan semikonduktor itu terus merugi. Namun, pada akhir tahun 2005, IBM mencatatkan pendapatan perusahaan yang luar biasa. Earning per share IBM menjadi 4,87 dollar US pada tahun 2005.

Lalu, apa kuncinya sehingga IBM berhasil kembali menjadi perusahaan yang sangat menguntungkan? Ternyata, salah satu yang dilakukan IBM adalah membangun motivasi karyawan dan menciptakan kompetensi karyawannya melalui penerapan KM. IBM percaya bahwa dengan peningkatan motivasi dan kompetensi karyawan yang signifikan, maka perusahaan akan bisa menciptakan produk dan solusi bagi pelanggannya.

Di Indonesia, setidaknya ada beberapa perusahaan yang telah menerapkan KM. Di antaranya adalah PLN, UTE Pandu Engineering selaku anak perusahaan United Tractor, dan Wijaya Karya. Alasan yang dikemukakan perusahaan-perusahaan tersebut hampir sama, yakni untuk menciptakan budaya pembelajaran dan mempermudah penciptaan solusi, yang pada akhirnya mampu meningkatkan kapitalisasi perusahaan.

Solusi Integrated Knowledge Management bagi UMKM

Namun, yang menjadi pertanyaan sekarang adalah model KM seperti apa yang cocok untuk UMKM? Tentu tidak seluruhnya sama antara model KM bagi UMKM dan bagi perusahaan besar atau korporasi. Lalu, bagaimana mengimplementasikan KM ke UMKM dan mengkolaborasikannya dengan pihak lain seperti perbankan? Mengingat di Indonesia karakter UMKM itu belum memiliki proses bisnis yang terintegrasi.

Secara umum, UMKM memiliki karakater sebagai perusahaan yang tidak memiliki modal keuangan kuat, rendahnya tingkat pendidikan para pemilik usaha dan pekerjanya, minimnya pengetahuan dalam mengelola perusahaan, rendahnya kemampuan menciptakan produk yang berkualitas tinggi, dan sulitnya bersaing di pasar manca negara. Selain itu, UMKM banyak tersebar di banyak daerah di seluruh Indonesia yang dikelompokan sesuai jenis usahanya masing-masing yang biasa dinamakan cluster.

Maka, melalui tulisan ini, penulis mengajukan model KM yang terintegrasi atau integrated knowledge management sebagai solusi tepat bagi UMKM di Indonesia. Model ini mampu memfasilitasi seluruh cluster UMKM di Indonesia dan juga dapat berkolaborasi dengan institusi lain seperti perbankan dan pemerintah. Mengapa? Karena untuk bisa menumbuhkan daya saing UMKM, diperlukan kerjasama semua pihak yang mampu memberikan kontribusi nyata bagi pertumbuhan UMKM. Untuk lebih jelas, dapat dilihat pada gambar 1 berikut ini.

Model integrated KM di atas dapat direalisasikan di tiap propinsi dengan melibatkan seluruh custer UMKM yang ada, perbankan, dan institusi lainnya. Sehingga, implementasinya dapat dilaksanakan dengan lebih mudah, cepat, dan efektif.

Implementasi Integrated Knowledge Management

Untuk merealisasikannya, ada empat langkah yang perlu diperhatikan. Pertama, menganalisis dan menentukan strategy objective dari integrated KM bagi UMKM. Kedua, bagimana mengimplementasikan sistem KM technology yang berbasis web agar mudah dimanfaatkan oleh semua UMKM dan semua pihak.

Ketiga, mendesain proses (skenario) agar dapat mencapai target dari penerapan integrated KM. Dan keempat, bagaimana menciptakan budaya pembelajaran, pertukaran pengetahuan, dan pemanfaatan integrated KM oleh semua pihak secara sinergis dan berkesinambungan. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar 2.

Untuk langkah pertama, strategy objective, semua pihak yang berkaitan dapat duduk bersama dalam menganalisis faktor apa saja yang diperlukan UMKM agar dapat berdaya saing tinggi. Dengan kejelasan mengetahui faktor penentunya, maka strategy objective menjadi jelas dan terarah.

Michael Porter, pakar strategi dari Harvard Business School, mengungkapkan bahwa esensi dari sebuah strategi adalah bagaimana mengoptimalkan aktivitas bisnis secara unik atau berbeda dari yang dilakukan pesaing. Juga, menekankan pada pentingnya kebutuhan pelanggan, kemampuan akses pelanggan, dan ragam dari produk atau servis yang dimiliki perusahaan sebagai sebuah strategi positioning perusahaan. Hal ini dimaksudkan agar perusahaan bisa memiliki daya saing lebih tinggi dari pesaing dan berkesinambungan.

Jadi, inti strategy objective dari integrated KM bagi UMKM adalah harus fokus pada inovasi produk yang didukung mudahnya akses permodalan dan pemasaran.

Langkah kedua, implementasi teknologi KM berbasis web yang sangat berkaitan dengan teknologi informasi. Telah lama, teknologi informasi terbukti mampu merubah sebuah proses bisnis yang sebelumnya cenderung konvensional menjadi lebih cepat, informatif, inovatif, dan modern.

Dalam mengimplementasikan teknologi KM, faktor-faktor yang telah ditentukan oleh semua pihak di awal harus dapat diwujudkan melalui fitur-fiturnya. Secara mendasar, ada empat fitur yang wajib dimiliki oleh sistem KM.

Fitur pertama, knowledge storage tools, yang memudahkan UMKM dan semua pihak dalam mengumpulkan dan menyimpan data mapun infomasi. Karena berbasis web, maka proses penyimpanan data, informasi, dan pengetahuan bisa dilakukan dari mana saja dan pada saat kapan saja.

Fitur kedua, search and retrieval tools, dapat memudahkan UMKM dalam melakukan pencarian informasi dan pengetahuan yang dibutuhkan dalam database. Misalnya, ketika seorang pelaku UMKM memerlukan standar dan spesifikasi untuk industri jamur sitake ke jepang, maka dengan mudah dpat mencarinya dalam sistem ini.

Fitur ketiga, collaboration tools, memudahkan UMKM melakukan kolaborasi dengan pihak lain dalam mengoptimalkan proses bisnisnya. Misalnya saat membutuhkan dana untuk tambahan biaya produksi, maka UMKM dengan mudah dapat berkolaborasi dengan perbankan atau BI. Semua infomasi dan bagaimana cara melakukan peminjaman dana kepada pihak perbankan telah tersedia secara detail. Pihak perbankan pun melalui sistem ini selalu berinisiatif dalam mendistribusikan informasi dan data mengenai penyediaan dana kredit dan prosedurnya.

Selain itu, UMKM dan perbankan dapat berkolaborasi dalam mempercepat peningkatan inovasi produk, penyelesaian masalah produksi dan pemasaran, hingga pengambilan keputusan bisnis. Kolaborasi ini bisa dilakukan secara online, dimana saja, dan kapan saja. Sehingga, kolaborasi yang terjadi sangat sinergis dan saling menguntungkan satu sama lain.

Fitur keempat, communication tools, memungkinkan setiap pengguna untuk berkomunikasi kepada pihak lain secara real time dan dimana saja. Dengan begitu, maka proses bisnis yang dilakukan bisa berjalan efesien dan efektif. Misalnya komunikasi yang dilakukan oleh pemilik usaha dengan para karyawannya. Atau komunikasi yang bisa dilakukan antara pemilik usaha dengan pihak perbankan.

Melalui pemanfaatan fitur-fitur tersebut, maka UMKM dan institusi lainnya dapat melakukan kolaborasi dalam hal penukaran pengetahuan dan pengalaman, serta proses kerjasama bisnis seperti penyluaran kredit dari perbankan kepada UMKM. Tingkat kemampuan akses dari fitur-fitur ini bisa dilihat pada gambar 3.

Dengan simbol anak panah pada gambar, terlihat kemampuan dan keterbatasan akses. Misalnya, UMKM dapat mengakses semua fitur yang ada secara dua arah. Hal ini dimaksudkan agar UMKM dapat mengoptimalkan pemanfaatan fitur yang ada sehingga dapat meningkatkan daya saing mereka.

Sedangkan untuk perbankan, memiliki akses dua arah untuk collaboration dan communication. Hal ini dimaksudkan agar perbankan fokus dalam melakukan kerjasama bisnis dengan UMKM melalui fasilitas pemberian kredit. Dan untuk fitur knowledge storage tool, perbankan cukup memiliki akses satu arah, yaitu dalam membantu membagi data, informasi, dan pengetahuan.

Tingkat akses yang kurang lebih sama juga berlaku untuk institusi lainnya seperti misalnya Departemen Koperasi. Hal ini dimaksudkan agar institusi lain fokus dalam mentransfer pengetahuan dan pengalamannya serta dalam hal kerjasama bisnis. Lebih lengkapnya dapat dilihat pada gambar 3 di bawah ini.

Kemudian, langkah ketiga setelah dilakukannya pembuatan sistem KM adalah mendesain proses dalam mencapai target-target baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang.

Proses pertama adalah knowledge exchange. Pada proses ini target yang diharapkan adalah setiap pihak yang berkepentingan seperti UMKM dapat secara mudah melakukan pencarian data, informasi, dan pengetahuan dalam sistem KM. Untuk itu, pada tahap ini sistem KM mampu membuat ruang kerja berbasis web yang memudahkan perbankan, UMKM, dan pihak lain dalam menyimpan dan membagi data, informasi, dan pengetahuannya.

Proses berikutnya adalah knowledge outfitting, yang memungkinkan UMKM, perbankan, dan pihak lainnya dapat berinteraksi, berbagi ide, pengalaman dan solusi bisnis. Pada proses ini, UMKM mendapatkan tacit knolwedge yang berasal dari UMKM lain atau pihak lain yang lebih berpengalaman.

Proses ketiga, yaitu knowledge accelerator. Setelah dua proses sebelumnya berjalan lancar, maka pada proses ini diharapkan terjadi peningkatan kinerja bisnis UMKM melalui peningkatan pengetahuan, inovasi dan solusi baru. Selain itu, pada proses ini UMKM dapat melakukan pengukuran kinerja bisnisnya dari kinerja-kinerja sebelumnya, sehingga terus terjadi proses perbaikan kinerja bisnis di masa depan.

Pada proses keempat, knowledge integrator, sistem KM dapat diintegrasikan dengan sistem lain seperti sistem aplikasi keuangan, sumber daya manusia, dan sistem pemasaran sehingga mampu menciptakan value yang nyata bagi para stakeholder-nya.

Pada proses ini, baik UMKM maupun perbankan dan pihak lain dapat mengukur kinerja dari seluruh bisnis yang terkait. Mulai dari peningkatan daya saing UMKM dalam memenangkan persaingan, peningkatan penyerapan kredit perbankan ke UMKM, serta peningkatan nilai ekspor produk Indonesia ke manca negara.

Dan terakhir, langkah keempat dalam mengimplementasikan KM adalah menciptakan budaya. Dalam hal ini meliputi budaya pembelajaran dan kemauan berbagi data, informasi dan pengetahuan. Bagaimana menciptakan sebuah lingkungan agar semua pihak mau belajar secara terus menerus sehingga mampu tecipta daya saing yang tinggi. Baik daya saing personal, daya saing UMKM, maupun daya saing perbankan dan pihak lainnya.

Dalam menciptakan budaya ini, diperlukan sebuah strategi internal marketing. Sederhananya, internal marketing merupakan sebuah strategi pemasaran yang bertujuan untuk memenangkan heartshare dan mindshare karyawan.

Strategi ini bertujuan agar karyawan dalam sebuah perusahaan menjadi nyaman, sejahtera, dan mampu memberikan kinerja terbaiknya bagi perusahaan. Misalnya dengan memberikan reward atau bonus lebih baik, pelatihan dan pengetahuan yang kontinu, serta harapan karir yang tinggi. Untuk mensosialisasikan hal itu, diperlukan promosi dan komunikasi kepada semua karyawan. Sehingga distribusi informasi dan strategi internal marketing bisa berjalan optimal.

Untuk integrated KM, strategi internal marketing ini perlu juga dilakukan. Hal ini bertujuan agar para pelaku UMKM di banyak cluster di Indonesia dan institusi lainnya semakin giat dalam berbagi tacit dan explicit knowledge-nya kepada UMKM lain. Misalnya dengan melakukan reward berupa training ke luar negeri atau ke Jakarta bagi yang aktif berbagi pengetahuannya.

Tentunya, akan banyak sekali reward yang bisa diberikan kepada UMKM sehingga integrated KM ini menjadi lebih hidup dan aktif. Untuk itu, proses promosi, edukasi, dan sosialisasi harus terus dilakukan secara efektif sehingga implementasi KM ini bisa berjalan optimal.

Proses promosi dan edukasi ini sangat perlu mengingat banyaknya perusahaan yang membangun sistem KM namun tidak berjalan karena tidak adanya budaya pembelajaran yang terjadi pada diri para pelaku bisnis dan karyawan. Alhasil, KM tidak lebih hanya menjadi benda mati yang berfungsi sebagai gudang. Untuk itu budaya pembelajaran harus benar-benar diciptakan agar implementasi ini tidak sia-sia, namun bisa sesuai dengan cita-cita awal yakni meningkatkan daya saing UMKM dan penyerapan kredit dari perbankan.

Mengukur Dampak Implementasi

Tentunya, setelah dilakukan semua tahapan dalam implementasi integrated KM, perlu dilakukan monitoring dan evaluasi. Namun, dalam proses monitoring dan evaluasi diperlukan parameter-parameter yang dapat mengukur kinerja integrated KM baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Dengan begitu, maka kinerja dari integrated KM ini akan selalu terjaga dan lebih baik seiring dengan berjalannya waktu.

Beberapa parameter pengukuran kualitatif dan kuantitatif bisa dilihat pada tabel 1 dibawah ini.

Kesimpulan
Jadi, pada era perdagangan bebas saat ini, batasan-batasan perdagangan menjadi semakin tipis. Seperti dikatakan salah satu guru pemasaran Asia, Kenichi Ohmae, bahwa dunia akan menjadi borderless world. Setiap negara bebas untuk memasarkan produknya ke negara lain. Pembatasan ekspor yang sebelumnya berdasarkan kuota yang diberikan oleh negara pengimpor sudah tidak berlaku lagi.

Terbukanya pasar yang lebih luas juga dimungkinkan dengan adanya perjanjian multilateral seperti WTO, GATT, dan kerjasama regional AFTA. Sehingga pasar semakin luas dan lalu lintas perdagangan semakin ramai. Akhirnya hanya perusahaan berdaya saing tinggi saja yang akan mampu bertahan. Karena itu, berbagai usaha terus dilakukan agar setiap perusahaan dapat berkompetisi sampai ke pasar manca negara. Tidak terkecuali UMKM.

Untuk itu, penulis menawarkan model integrated KM, sebuah KM terintegrasi yang mampu memfasilitasi seluruh cluster UMKM di tiap propinsi di Indonesia dan mampu berkolaborasi dengan dunia perbankan dan institusi lainnya.

Untuk merealisasikannya, ada empat langkah yang perlu diperhatikan. Pertama, menganalisis dan menentukan strategy objective dari integrated KM bagi UMKM. Kedua, bagimana mengimplementasikan sistem KM technology yang berbasis web agar mudah dimanfaatkan oleh semua UMKM dan semua pihak. Ketiga, mendesain proses (skenario) agar dapat mencapai target dari penerapan integrated KM. Dan keempat, bagaimana menciptakan budaya pembelajaran, pertukaran pengetahuan, dan pemanfaatan integrated KM oleh semua pihak secara sinergis dan berkesinambungan.

Sehingga, target yang dihasilkan dapat tercapai. Yaitu, menjadi UMKM berdaya saing tinggi, tumbuh berkembang, dan kuat dengan bantuan akses permodalan dari perbankan.

Sumber :

http://www.yokikuncoro.com/?p=154

Posted in Ilmu Pengetahuan | Leave a comment