Knowledge Management pada PT. United Tractors

Pengetahuan yang dimiliki setiap orang merupakan anugerah tak ternilai. Terlebih, bila pengetahuan itu tersimpan selama bertahun-tahun di otak seseorang. Sudah tentu, banyak informasi berharga yang sebenarnya bisa dibagikan kepada orang lain. Bila orang seperti ini berada di perusahaan anda, alangkah baiknya bila dia membagikan pengetahuannya kepada karyawan lain. Hanya saja, bagaimana mentransfer pengetahuan tersebut agar setiap orang memilikinya?

Di situlah pentingnya perusahaan mengelola berbagai pengetahuan agar tidak dimiliki secara eksklusif oleh satu-dua orang saja. Bisa dibayangkan, bila seorang karyawan yang telah bekerja selama belasan tahun memutuskan pindah ke perusahaan lain, dia tentu akan membawa pengetahuan yang dimilikinya ke perusahaan baru. Ini sangat wajar, bukan? Repotnya adalah bila SDM di perusahaan tersebut terbatas, perusahaan akan kehilangan peluang mendapatkan bisnis yang lebih besar.

“Itu sebabnya, kami memandang perlu diterapkannya knowledge management (KM),” ungkap Wakil Presdir PT United Tractors Tbk. (UT), Paulus Bambang W.S. Alasan utamanya, “Kami ingin mewujudkan visi dan misi organisasi,” katanya menjelaskan. Kalau sekadar jualan produk dan customer gagal menggunakan produk tersebut, akhirnya akan berdampak terhadap kelangsungan bisnis customer. “Secara otomatis, penjualan kami pun akan terhambat, bahkan bisa juga berhenti,” tambahnya.

Sebab lainnya, Paulus melanjutkan, bisnis yang ditekuni UT makin dinamis. Seiring dengan dinamika pertumbuhan bisnis di sektor-sektor industri yang menggunakan jasa solusi UT, seperti agrobisnis, pertambangan, kehutanan, dan konstruksi, KM menjadi makin diperlukan. “Ini untuk menjawab kompetisi bisnis yang semakin ketat. Persaingan di bisnis yang ditekuni UT bahkan sudah mengarah kepada red ocean,” ujarnya. Apa maksudnya?

Dijelaskannya, kalau perusahaan ingin menambah pangsa pasar, biayanya akan sangat tinggi. Sementara itu, tubuh organisasi makin besar. Nah, KM diharapkan dapat menjaga kesinambungan profit agar tumbuh ke arah yang lebih baik. Dari sini kemudian lahir Re-evaluasi UT Growth Strategy, yang digambarkan seperti sumbu X dan Y, di mana sumbu X-nya adalah waktu dan sumbu Y-nya adalah profit. Profit ini dibagi menjadi tiga tahap, yaitu, pertama, next target yang berbicara mengenai market-cash-cost (jangka pendek). Kedua, meningkat ke jangka menengah yang disebut tahap next level. Ini berbicara tentang value increase and cost reduction. Dan ketiga, untuk mencapai jangka panjang, yang disebut next landscape – meliputi expand business value chain.

Lalu, bagaimana mentransfernya? “Begitu ada ide bagus di kantor pusat, kami akan delivery-kan ke orang-orang di lapangan. Orang-orang di lapangan yang selanjutnya menggodok ide ini, lalu menyerahkannya kembali ke kantor pusat,” katanya menjelaskan. Sampai di kantor pusat, ide tersebut masih digodok lagi sambil membenahi atau memberikan infrastruktur yang dapat mendukungnya. Ide olahan inilah yang akan menjadi knowledge, yang harus disebarkan kembali ke seluruh karyawan. “Knowledge ini akan menjadi sebuah sistem baku yang berlaku umum di seluruh unit UT,” tuturnya menyimpulkan.

Yang menarik, dalam rangka penerapan KM, manajemen sampai menyiapkan tim khusus untuk menanganinya. “Kami percaya bahwa kalau tidak ada knowledge agent yang mengelola KM, KM tidak akan berjalan dengan baik,” tuturnya dengan nada yakin. Knowledge agent ini terdiri dari 8 orang, yang salah satu tugasnya adalah memastikan bahwa KM berjalan on the right track. Boleh dikatakan, ini merupakan bagian dari memberdayakan karyawan. “Sebuah ide, sebagus apa pun, kalau tidak ada people, tidak ada gunanya. People yang akan mewujudkan ide itu menjadi real, didukung sarana dan prasarana,” katanya memaparkan.

Ditegaskan Paulus, investasi terbesar dalam penerapan KM bukan pada nilai rupiah yang dibenamkan untuk membangun sistem berikut infrastrukturnya, melainkan pada upaya membangun komitmen dan perhatian, terutama dari level manajemen puncak dan dewan komisaris. “Bagi kami, ini adalah hidup-matinya UT. Yang membedakan UT dari pemain sejenis ada pada knowledge-nya,” ungkap Paulus bersemangat. Bermodal pengetahuan, dia yakin, customer akan menggunakan produknya secara optimal. Diharapkan, customer akan menilai bahwa UT mampu memberi solusi terbaik.

Manajer Perencanaan Korporat & Pengembangan Manajemen UT Nilawati Irjani menambahkan, UT bisa eksis sampai saat ini – 35 tahun – karena memiliki pengetahuan khusus. Dari hasil penjabaran visi dan misi, lahirlah tiga pilar bisnis UT, yaitu mesin-mesin konstruksi, kontrak penambangan, dan penambangan batu bara. Saat ini UT bergerak ke arah alat-alat berat, penambangan dan energi.

Untuk itu, Nila menjelaskan, pada 2007 UT mulai mengelola pengetahuan yang dimilikinya. “Kami tidak bisa bilang knowledge itu sebagai just knowledge. Mengapa? Karena buat kami, bukan masalah IT-nya, juga bukan masalah sistem. Yang menjadi perhatian utama kami adalah bagaimana knowledge ini berguna untuk pertumbuhan perusahaan,” tutur Nila.

Jadi, jika berbicara tentang penerapan KM di UT, menurut Nila, yang paling utama adalah transformasi SDM. “Kami ingin menjadi perusahaan yang solution driven. Ambil contoh di jajaran front-liner, yakni salesman, mereka harus mampu menjadikan dirinya sebagai seorang business consultant,” katanya seraya menandaskan, “Salesman UT tidak hanya berjualan, tetapi juga menjadi business consultant bagi klien.”

Contoh lain, Nila melanjutkan, “Dulu, teknisi kami datang ke klien hanya jika ada kerusakan pada alat dan butuh perbaikan. Sekarang, teknisi kami datang secara rutin untuk maintainance alat. Jadi, tidak menunggu sampai alat rusak. Transformasi inilah yang menjadi tantangan buat kami sebagai knowledge agent.”

Memasuki tahun ini, UT membuat kerangka dalam memberikan reward bagi karyawan yang mau berbagi pengetahuan. Nantinya, orang yang melakukan sharing akan mendapat poin khusus. Nilainya juga bisa dilihat di jaringan Intranet. Misalnya, ada kuis di Intranet yang bisa dijawab oleh siapa pun. Nama pemenangnya akan dipaparkan di Intranet berikut divisinya. Tentu, masing-masing divisi akan tertantang untuk mendapatkan skor terbaik. “Kami sedang menyiapkan ukuran poin reward-nya sekarang. Jika berbicara develop knowledge, harus ada sistem, proses dan infrastrukturnya,” ujar Nila.

Lalu, bagaimana KM ini dijalankan? “Kami menyebutnya from dot to circle,” ungkapnya. Maksudnya, seseorang yang sebelumnya hanya punya satu pengetahuan, pengetahuannya akan bertambah setelah di-applied. Bila tadinya hanya sedikit – disimbolkan seperti noktah (titik) – setelah diaplikasikan, mulai ada peningkatan pengetahuan. “Itu berarti dia berusaha meningkatkan pengetahuannya,” Nila menjelaskan. Dengan dukungan infrastruktur yang memadai, pengetahuan tersebut dibagikan ke seluruh karyawan. “Kalau sudah sharing, dot atau titik kecil ini akan terus membesar. Proses pembesaran titik (dot) bagaikan lingkaran yang tidak pernah putus,” katanya menjabarkan. Jika dot ini sudah menjadi lingkaran yang membesar dan memiliki success story, selanjutnya akan distandardisasikan.

Dalam penerapannya, Nila mengakui masih menemukan kendala. Di antaranya adalah bagaimana menggugah karyawan agar berbagi pengetahuan. Dia menduga, hal itu disebabkan keterbatasan waktu dan belum adanya kesamaan persepsi mengenai pentingnya sharing knowledge tersebut.

Bambang Agung Muljanto, Manajer Bagian Pengembangan Bisnis UT, mengakui, tantangan utama dalam menerapkan KM adalah bagaimana mendorong karyawan bercerita mengenai pengetahuan yang dikuasainya. “Mereka bukan tidak mau berbagi pengetahuan, tetapi karena tidak terbiasa saja. Kan memang ada orang yang tidak bisa mendeskripsikan sesuatu yang mereka kerjakan,” tuturnya.

Terlepas dari itu, Bambang berpendapat, penerapan KM membuat hal-hal yang sudah dilakukan karyawan menjadi lebih terstruktur dan berkembang. “Knowledge yang ada bisa dikumpulkan dan di-delivery ke semua karyawan UT di cabang mana pun,” katanya. Satu hal yang patut dicatat, KM memungkinkan lahirnya sebuah inovasi dari level mana pun. “Sebuah ide tidak harus selalu dari top management. Ide strategis bisa saja datang dari level bawah dan menengah,” tuturnya.

Misalnya, lahirnya ide disposal management battery. Dalam hal ini, pengetahuan yang dibagikan adalah mengolah limbah baterai di customer UT di Freeport – kebetulan kasus ini lahir dari cabang di sana. Setelah diadakan sesi sharing pengetahuan dan melalui proses improvement, jadilah sebuah sistem yang bisa diterapkan oleh customer di daerah lain. Tentu saja, ide ini menjadi solusi yang bagus buat customer sekaligus bisa menekan biaya. Pasalnya, customer tidak perlu lagi mengelola dispossal battery. Tugas itu diserahkan ke UT. Jadi, UT-lah yang akan mengelola limbahnya. Buat UT, ini berarti peningkatan pendapatan.

Kalau membicarakan komitmen, Bambang menilai, pemimpin puncak di UT sangat komit dengan implementasi KM. “Mereka terjun langsung, bahkan sampai mau mengubah bentuk dari training centre menjadi learning centre. Itu salah satu wujud komitmen mereka. Pada akhirnya, implementasi KM akan menjadikan UT sebagai organisasi pembelajar,” ujarnya. Manfaatnya? “Tentu saja, knowledge saya makin bertambah. Selain itu, dengan adanya penerapan KM, semangat team work dan keinginan untuk maju jadi makin tinggi,” ungkapnya memuji.

Menanggapi penerapan KM di UT, pengamat manajemen dari Universitas Indonesia Budi W. Soetjipto berpendapat, respons positif dari karyawan sangat diperlukan untuk mencapai keberhasilan. Bagi karyawan, ini merupakan kesempatan memperbaiki dan meningkatkan pengetahuan secara terus-menerus, sekaligus sebuah tantangan menarik. Untuk sampai pada tahap itu, sangat bergantung pada sejauh mana manajemen mendongkrak inovasi dan market learning capability.

Yang jelas, Budi menambahkan, KM memberi pelajaran kepada karyawan tentang paradigma baru dalam menyikapi dinamika bisnis. “Ini sejalan dengan market learning capability,” katanya. Akan tetapi, untuk inovasi, UT harus bisa menyatukan KM di perusahaan sebagai budaya yang terintegrasi dan melekat pada seluruh karyawan. Untuk mencapai itu, semangat perubahan harus bersifat kolaboratif ketimbang berkompetisi di kalangan internal. Budi meyakini, transfer pengetahuan dan informasi hanya terjadi jika para individu punya pola pikir terbuka dan lebih mengedepankan kerja tim. “Semangat berbagi pengetahuan dan pengalaman harus dilandaskan pada rasa senang melihat rekan kerja bisa maju dan berkembang. Bukan untuk menjatuhkan,” ujarnya menandaskan.

This entry was posted in Ilmu Pengetahuan. Bookmark the permalink.

Comments are closed.