Tiga Pilar Utama Penerapan “Knowledge Management”

Knowledge management: Konsep, Arsitektur dan Implemenasi, sangatlah tepat karena di era modern ini, karena umat manusia dewasa ini hidup dalam dunia yang  telah datar atau flat world dalam istilah Thomas L. Friedman, sehingga Knowledge Information”, menjadi kekayaan korporasi bahkan kekayaan  negara yang paling berharga. Adalah mendiang Peter F. Drucker, sekitar seperempat abad lalu, yang telah meramalkan  bahwa  knowledge worker akan menjadi basis  keunggulan korporasi masa depan,” demikian Tanri Abeng dalam kata pengantar buku ini.

Buku yang terdiri dari 9 bab ini, memberikan gambaran KM yang utuh, karena  untuk  mengimplementasikan KM yang  efektif akan melibatkan banyak elemen: manusia, budaya, proses, kepemimpinan dan teknologi. Karena mencakup elemen-elemen yang begitu luas, maka tidak semua  elemen dibahas secara mendalam. Pada penyusunan arsitektur KM yang  menjadi inti dari buku ini, knowledge diposisikan sebagai produk, yang  di-create, diproduksi, didistribusikan, diakuisisi dan dimanfaatkan oleh para anggota organisasi dalam suatu yang siklus kontinu. Elemen-elemen yang terlihat dalam  berbagai proses yang dialami oleh knowledge tersebut menjadi pilar-pilar utama dari bangunan KM.

Buku terdiri dari bab 1: Pendahuluan berisi penjelasan tentang transisi menuju knowledge economy, karakteristik knowledge economy, munculnya knowledge worker dan bagaimana mengefektifkan peran mereka. Bab 2: Pengantar Knowledge Management. merupakan terminology data, informasi, knowledge, understanding dan wisdom, Paul merujuk kepada Russell Ackoff, bahwa seorang  pakar systems dan guru besar bidang perubahan  organisasi, menyatakan  bahwa isi atau kandungan intelektualitas dan mentalitas manusia dapat diklasifikasikan dalam lima  kategori: data, informasi, understanding dan wisdom yang dilanjutkan dengan penjelasan  siklus knowledge dari  Nonaka yang merupakan teori yang sangat besar pengaruhnyadalam KM. Bab 3: Arsitektur  Knowledge management.  Bab 4: Penyelarasan Strategi KM dengan strategi bisnis perusahaan. Bab 5-7 membahas tentang: Arsitektur Operasi KM-Proses, Operasi KM-Organisasi dan Operasi KM-Tekhnologi. Sementara  Bab 8: membahas tentang Budaya Perusahaan yang Supportif dan Bab 9: membahas Pengukuran Performansi KM antara lain alasan dan tujuan pengukuran performansi, hambatan pengukuran dan criteria pemilihan indicator pengukuran. Pada bab ini disinggung juga tentang konsep intellectual capital yang dianggap menjadi dasar bagi pengukuran performansi KM.

Knowledge merupakan asset kunci agar suatu perusahaan memiliki keunggulan  kompetitif yang kontinu. Dampak  implementasi KM  akan melahirkan keunggulan kompetitif terhadap berbagai bidang seperti: bidang operasi dan pelayanan, pengembangan kompetensi personil, pemeliharaan ketersediaan knowledge, inovasi dan pengembangan produk dan lain-lain.  Sementara dalam implementasi KM  terdapat factor-faktor penting seperti: manusia, leadership, teknologi,  organisasi dan learning organisasi. Dari sana diperoleh manfaat yang paling disukai oleh perusahaan (organisasi profit) yakni meningkatkan kolaborasi dalam perusahaan,  meningkatkan ketrampilan karyawan dan meningkatkan mutu produk dan layanan.

Seperti dikatakan Tanri Abeng dalam epilognya: Pemerintah perlu juga merumuskan perannya untuk menumbuhkan budaya knowledge ini. Berbagai aspek harus direformasi untuk mendukung terciptanya lingkungan yang kondusif bagi munculnya inovasi dan terapresiasinya kompetensi dan pengetahuan. Aspek itu antara lain adalah birokrasi  yang lebih sering bersikap otoriter terhadap masyarakat daripada melayaninya, sistem pendidikan visi sehingga sering gonta ganti sistem, sistem rekruitmen  yang  berbasis kompetensi di lembaga pemerintah dan BUMN, dan aspek-aspek lainnya seperti penegakan hukum dan pemberantasan korupsi yang merupakan  sumber kebodohan bangsa ini.

Lebih lanjut setelah membaca ulang buku ini, Tanri Abeng menyimpulkan: Implementasi KM adalah proses budaya yang harus dilaksanakan secara serius, konsisten dan penuh totalitas pada semua elemen-elemen organisasi. Pendekatan lain yang tidak menyentuh  budaya adalah adalah penerapan KM yang hanya bersifat perubahan permukaan saja, dan tidak akan mengubah daya saing organisasi secara fundamental.

Menurut  Ir.  Paul L. Tobing, M.Eng, CKM ada bermacam-macam motif yang dapat medorong seseorang untuk menulis. Karena keahlian, pengalaman atau memiliki strategi dan kiat yang layak untuk dibagikan kepada masyarakat luas. “Saya tidak didorong oleh motif-motif itu. Saya menulis karena didorong oleh banyaknya pergumulan dan tingginya tingkat kompleksitas persoalan implementasi Knowledge Management (KM) yang saya  yakini akan dihadapi oleh siapapun yang melakukan inkulturasi di tanah air,” kata lulusan FT USU jurusan Teknik Elektro yang pernah mengajar di Politeknik USU dan kemudian mengabdi di Telkom. Paul L.

Tobing menyimpulkan bahwa knowledge management tidak hanya terdapat di lembaga atau perusahaan tertentu, tetapi juga di sebagian besar entitas bisnis dan kelembagaan di tanah air, yang pada akhirnya akan meningkatkan daya saing kita sebagai suatu bangsa dalam persaingan global yang semakin ketat.

Sumber :

http://www.kabarindonesia.com/

This entry was posted in Ilmu Pengetahuan. Bookmark the permalink.

Comments are closed.